SEMARANG, beritajateng.tv – Di tengah polemik regulasi dan izin yang belum selesai, Bajaj Maxride hadir membuka peluang baru sebagai model investasi unit melalui aplikasinya.
Hal itu berlatar belakang persoalan pengangguran yang masih menjadi tantangan serius di Kota Semarang. Tahun 2024, tingkat pengangguran terbuka (TPT) tercatat sebesar 5,82 persen berdasarkan data resmi Dinas Tenaga Kerja.
Skema itu tak sekadar penyediaan moda transportasi alternatif, tetapi juga memosisikan bajaj sebagai aset produktif yang mampu menciptakan arus pendapatan serta menyerap tenaga kerja secara langsung.
BACA JUGA: Bajaj Maxride Semarang Bantah Wajib KIR, Klaim Beri Manfaat Sosial Bagi Warga
Berbeda dengan instrumen investasi spekulatif, pembelian unit Bajaj memberikan kepemilikan aset fisik yang nyata dan beroperasi secara aktif, baik sebagai kendaraan angkutan penumpang maupun disewakan kepada driver.
Salah satu pelaku investasi bajaj di Semarang, Ali, yang merupakan pensiunan, menunjukkan bahwa aset bajaj tidak hanya menghasilkan pemasukan finansial, tetapi juga menciptakan ruang kerja bagi masyarakat di sekitarnya.
“Ini ekonomi-sosial ya. Dari Bajaj saya, teman-teman saya yang sudah tua bisa bekerja lagi. Jadi menambah lapangan pekerjaan. Bajaj ini juga kendaraan yang cocok untuk keluarga, aman dari panas dan hujan, baik untuk penumpang maupun driver karena semuanya terlindungi,” ujarnya pada Selasa, 2 Desember 2025.
Peroleh pendapatan aktif dari investasi bajaj
Ali juga mengungkapkan bahwa ia memperoleh pendapatan aktif dari asetnya sekaligus memberi kesempatan kerja bagi warga yang semakin sulit terserap di pasar kerja formal.
Ia menilai investasi bajaj mampu menjadi salah satu variabel yang berpotensi menekan angka pengangguran serta membuka akses kewirausahaan baru.













