SEMARANG, beritajateng.tv – Kebijakan baru Pemkot Semarang melalui Peraturan Daerah (Perda) Nomor 4 Tahun 2025 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah membawa angin segar bagi para petani yang tak memiliki lahan.
Regulasi ini mengubah pola pemanfaatan lahan pertanian milik pemerintah daerah yang sebelumnya menggunakan sistem sewa komersial, menjadi skema retribusi lahan dengan tarif khusus yang jauh lebih terjangkau.
Walikota Semarang, Agustina Wilujeng, menjelaskan bahwa perubahan aturan ini dirancang untuk menjaga agar lahan pertanian tetap sesuai peruntukan. Penyelamatan lahan pertanian ini penting untuk memperkuat ketahanan pangan di tengah tekanan pembangunan kota.
Ia menegaskan bahwa sejak 2023, Pemkot Semarang tidak lagi menggunakan Peraturan Walikota Nomor 28 Tahun 2022 sebagai dasar penentuan tarif.
Seluruh kebijakan sebelumnya telah berganti dalam Perda Nomor 10 Tahun 2023, lalu mendapat pembaruan melalui Perda Nomor 4 Tahun 2025.
BACA JUGA: Hadapi Curah Hujan Tinggi, Pemkot Susun Peta Rawan Banjir Hingga Tingkat RW
“Kalau memakai skema sewa, tarifnya otomatis masuk kategori komersial dan tentu memberatkan petani. Dengan retribusi lahan, kami memastikan biaya tetap ringan sehingga petani bisa menjalankan aktivitasnya tanpa beban berlebih,” ujar Agustina.
Pengelolaan lahan pertanian kini melewati proses verifikasi lintas organisasi. BPKAD menjadi koordinator utama yang memastikan setiap pengajuan pemanfaatan lahan mendapat persetujuan berbagai OPD terkait, mulai dari Dinas Penataan Ruang hingga Inspektorat.
Dinas Pertanian dan kecamatan juga berperan sebagai Pengguna Barang yang memastikan fungsi lahan tetap sesuai tata ruang.
Proses ini sekaligus menjadi jawaban atas kekhawatiran Menteri Pertanian Amran mengenai penyalahgunaan fungsi lahan pertanian di sejumlah daerah.
Di Kota Semarang, Agustina memastikan hingga kini belum ditemukan pelanggaran serupa berkat mekanisme pengawasan berlapis.













