Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2007 Pasal 124 menyatakan bahwa pengguna jalan wajib mendahulukan perjalanan kereta api.
Hal ini di perkuat dengan sanksi yang tertuang dalam Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan (LLAJ) Pasal 296. Yang menyebutkan bahwa pengguna jalan yang tidak berhenti saat sinyal sudah berbunyi dan palang pintu mulai di tutup dapat dikenai pidana kurungan hingga 3 bulan atau denda maksimal Rp750 ribu.
Ia juga mengimbau agar setiap pengguna jalan selalu berhenti sejenak sebelum melintasi perlintasan sebidang. Melihat ke kanan dan kiri, serta mendengarkan bunyi kereta dengan membuka kaca helm atau kaca jendela mobil.
“Hal ini harus dilakukan, terlepas dari ada atau tidaknya palang pintu di lokasi perlintasan. Sikap waspada dan kehati-hatian seperti ini adalah langkah kecil yang dapat menyelamatkan banyak nyawa,” terangnya.
Lebih jauh, Franoto mengungkapkan bahwa kecelakaan yang terjadi di jalur kereta api maupun perlintasan sebidang tidak hanya menimbulkan kerugian bagi masyarakat dan pengguna jalan, tetapi juga berdampak besar terhadap operasional kereta api.
Tak jarang, insiden semacam ini menyebabkan keterlambatan perjalanan, kerusakan pada sarana maupun prasarana perkeretaapian, serta mengganggu kenyamanan dan keselamatan penumpang.
Oleh karena itu, KAI Daop 4 Semarang mengajak seluruh elemen masyarakat, pemerintah daerah, dan seluruh pemangku kepentingan untuk bersama-sama meningkatkan kesadaran terhadap keselamatan perkeretaapian.
Kolaborasi antara masyarakat, pengguna jalan, dan instansi terkait sangat dibutuhkan agar keselamatan di jalur kereta api maupun di perlintasan sebidang dapat terwujud secara menyeluruh.
“Keselamatan merupakan prioritas utama dalam operasional kereta api. Namun, keberhasilannya sangat di tentukan oleh peran serta dan kepedulian semua pihak. Mari kita ciptakan budaya tertib dan aman di sekitar jalur dan perlintasan kereta api demi keselamatan bersama,” tutup Franoto. (*)
Editor: Elly Amaliyah