SEMARANG, beritajateng.tv – Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) Jawa Tengah mengungkap, penurunan angka pernikahan di Indonesia berpotensi mengganggu keseimbangan demografi nasional.
Kepala Perwakilan BKKBN Jawa Tengah, Eka Sulistia, menjelasakan jika tren ini terus berlanjut, Indonesia bisa mengalami fenomena serupa Jepang, di mana jumlah penduduk menurun drastis dan mengganggu struktur usia produktif.
Ia menyebut angka kelahiran yang ideal untuk menjaga regenerasi penduduk yakni Total Fertility Rate (TFR) sebesar 2,1. Angka ini berarti setiap pasangan orang tua memiliki rata-rata dua anak untuk menggantikan generasi sebelumnya.
“Kalau pernikahan sedikit, artinya banyak yang tidak mau menikah, tidak mau punya anak, atau memilih childfree. Akhirnya penduduk berkurang dan komposisi demografi terganggu,” jelasnya saat beritajateng.tv temui di kantornya pada Selasa, 12 Agustus 2025.
Penurunan minat menikah, lanjutnya, tidak hanya berdampak pada jumlah kelahiran, tetapi juga berpengaruh pada jumlah tenaga kerja di masa depan.
BACA JUGA: Tren Gaun dan Konsep Pernikahan di Semarang: Klasik, Romantis, Elegan Khas Era Renaissance
Jika tidak diantisipasi, kondisi tersebut dapat mengurangi daya saing dan memperbesar beban negara terhadap populasi usia lanjut.
Untuk mengantisipasi tren tersebut, Kementerian Agama (Kemenag) menargetkan dua juta pernikahan tercatat pada tahun 2025.
Eka mengatakan bahwa target itu diharapkan tak hanya meningkatkan jumlah pernikahan, tetapi juga memastikan pasangan siap membangun keluarga yang sehat dan berdaya.
Langkah itu merupakan bagian dari peta jalan pembangunan kependudukan yang bertujuan mencapai pertumbuhan penduduk seimbang.