SEMARANG, beritajateng.tv – Wacana penerapan royalti musik di acara pernikahan menimbulkan keresahan di kalangan pelaku industri hiburan, khususnya penyedia musik dan wedding organizer.
Ketua Himpunan Perusahaan Penata Acara Pernikahan Indonesia (Hastana) DPW Jawa Tengah, Mudo Widarmoko, menegaskan bahwa meski band dan penyanyi tetap tampil seperti biasa, isu tersebut cukup membebani psikologis dan ekonomi para pelaku usaha.
“Kalau takut sih tidak, cuma bikin resah. Terus terang saja, pandemi kemarin kami pelakunya berat sekali. Baru mau recover, kondisi ekonomi juga masih sulit. Kalau tambah beban royalti tentu makin berat,” ujar Mudo saat beritajateng.tv temui di Banyumanik, Rabu, 20 Agustus 2025.
Menurutnya, setelah pandemi banyak pelaku baru di dunia wedding organizer bermunculan. Hal ini membuat persaingan semakin ketat, sementara margin keuntungan justru menipis.
BACA JUGA: Pernikahan Bakal Kena Royalti Musik 2 Persen? Hastana Jateng: Ini Bukan Konser
“Persaingan luar biasa. Profit otomatis berkurang, bahkan banyak yang ngepres. Kalau tambah beban royalti, itu luar biasa beratnya,” ungkapnya.
Ia menilai, hanya segelintir vendor besar dengan brand kuat yang masih bisa meraup profit signifikan. Namun, sebagian besar pelaku wedding entertainment harus berjuang keras untuk bertahan.
Mudo menekankan bahwa penerapan royalti musik di pernikahan tidaklah tepat. Menurutnya, acara pernikahan berbeda dengan konser atau pertunjukan komersial karena tamu undangan hadir bukan sebagai penonton berbayar
“Pernikahan itu kan bukan bisnis. Tamu datang bukan karena beli tiket. Jadi menurut kami, penerapan royalti di dunia wedding tidak tepat,” tegasnya.
Wedding organizer sebut royalti musik bakal jadi beban berat pengantin menengah bawah
Lebih jauh, Mudo menyoroti dampak aturan ini bagi segmen calon pengantin dari kalangan menengah bawah, yang jumlahnya justru paling banyak.