Gaya Hidup

Eksploitasi Anak di Medsos Ancam Privasi, Begini Risiko Serius Fenomena Kidfluencer

×

Eksploitasi Anak di Medsos Ancam Privasi, Begini Risiko Serius Fenomena Kidfluencer

Sebarkan artikel ini
anak roblox
Pakar Komunikasi dan Media Digital Universitas Katolik Soegijapranata (Unika), Paulus Angre Edvra, saat dijumpai langsung di Gedung Albertus Unika, Rabu, 20 Agustus 2025 sore. (Made Dinda Yadnya Swari/beritajateng.tv)

SEMARANG, beritajateng.tv – Kini, fenomena kidfluencer maupun praktik sharenting alias sharing and parenting semakin marak di Indonesia.

Adapun fenomena kidfluencer maupun sharenting itu bertujuan untuk menjadikan anak sebagai konten media sosial, yang mana orang tua mereka bisa meraup keuntungan materiil maupun nonmateriil.

Fenomena itu mendapat kritik dari Pakar Komunikasi dan Media Digital Universitas Katolik Soegijapranata (Unika), Paulus Angre Edvra. Pihaknya menuturkan, alasan orang tua melakukan sharenting mulanya beragam, mulai dari berbagi pengalaman hingga membangun komunitas sesama orang tua.

Hanya saja, kata Edvra, kini praktik tersebut bergeser menjadi sarana endorsement bersama anak, demi memperoleh pundi-pundi rupiah secara cepat.

“Dalam ilmu komunikasi ada konsep cuteness economy ya, yang mana orang tua menjual kelucuan anak untuk mendapatkan keuntungan,” ujar Edvra saat beritajateng.tv jumpai langsung di kantornya, belum lama ini.

Edvra mengingatkan, orang tua yang secara aktif membagikan informasi maupun konten anaknya di media sosial sarat risiko, baik secara etika maupun hukum.

BACA JUGA: Heran Pemerintah Doyan Blokir Game, Pakar Unika: Cara Instan yang Tak Selesaikan Masalah

Kata Edva, tindakan orang tua yang menjadikan anaknya sebagai influencer pada dasarnya tidak diperbolehkan. Merujuk Konvensi Hak Anak PBB, tutur Edvra, setiap anak berhak mendapat perlindungan secara fisik maupun data pribadi.

Terlebih, Edvra menyebut ada risiko yang bisa mengancam keselamatan anak itu sendiri.

“Ketika orang tua menguasai privasi anak dan menyebarkannya ke publik, itu bisa di sebut penyelewengan. Dampaknya serius ya, mulai dari renggangnya hubungan anak–orang tua, identitas diri anak yang terenggut, hingga risiko kriminal seperti pemanfaatan konten oleh pedofil,” tegas Edvra.

Selain itu, Edvra turut mendapati adanya relasi kuasa antara orang tua dan anak dalam konteks ini. Hal itu membuat anak tak bisa menolak dan seakan dituntut untuk menuruti kemauan orang tua saat dirinya dijadikan konten.

Ia juga mengingatkan adanya fenomena datafikasi anak, yakni proses dokumentasi digital data anak yang diekspos bahkan sebelum lahir karena orang tua mengunggah konten sejak masa kehamilan.

Praktik tersebut berisiko menjadikan anak sasaran kejahatan berupa data harvesting atau pengunpulan jejak data digital pengguna internet atau profiling tanpa sepengetahuan pengguna internet.

Apalagi, kata Edvra, unggahan data yang di internet tak akan pernah bisa benar-benar terhapus.

Simak berbagai berita dan artikel pilihan lainnya lewat WhatsApp Channel beritajateng.tv dengan klik tombol berikut:
Gabung ke Saluran

Tinggalkan Balasan