Jateng

Minta Industri Garam Tak Dikelola Swasta, DKP Jateng Dorong Produksi dari BUMD dan Koperasi

×

Minta Industri Garam Tak Dikelola Swasta, DKP Jateng Dorong Produksi dari BUMD dan Koperasi

Sebarkan artikel ini
industri garam
Ilustrasi tambak garam. (ant)

SEMARANG, beritajateng.tv – Pemerintah Provinsi Jawa Tengah, melalui Dinas Kelautan dan Perikanan (DKP), mendorong agar pengelolaan industri garam tetap berada di tangan rakyat. Penguatan koperasi dan Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) disebut menjadi kunci agar potensi besar ini tidak dikuasai oleh investor swasta.

Sebelumnya, Anggota DPD RI asal Jawa Tengah, Abdul Kholik, menyebut potensi garam di Jawa Tengah mencapai 1 juta ton per tahun. Namun, saat ini yang baru dimanfaatkan hanya sekitar 50 persen dari total kapasitas lahan yang tersedia.

Menanggapi hal itu, Kepala DKP Jawa Tengah, Endi Faiz Effendi, mengingatkan agar investasi di sektor garam tidak tergesa-gesa dibuka untuk pihak swasta. Hal itu Endi ungkap saat beritajateng.tv konfirmasi via WhatsApp, Kamis, 9 Oktober 2025.

BACA JUGA: Jawa Tengah Siap Jadi Lumbung Garam Nasional, Potensi Capai 1 Juta Ton per Tahun

Endi khawatir apabila swasta beroleh izin untuk mengelola sektor garam di Jawa Tengah, koperasi dan BUMD maupun industri rakyat lainnya akan sulit bersaing.

“Kalau bisa, Jateng jangan buru-buru membuka investasi sektor garam. Kita kerjakan saja dulu oleh koperasi dan BUMD dengan mengoptimalkan potensi kita. Nanti kalau sudah kasih ke swasta, khawatirnya malah nanti kita enggak mampu bersaing dengan mereka,” ujar Endi.

Terlebih, kata Endi, produksi garam sebenarnya tidak memerlukan modal besar. Ia menuturkan, prosesnya cukup memanfaatkan air asin dari laut dan geo membrane berbahan plastik LDPE senilai sekitar Rp11 juta per hektare.

Tak banyak industri garam punya washing plant, Endi soroti DAK sektor kelautan dan perikanan yang tak cair

Endi menyebut tantangan besar justru ada pada tahap pascapanen, utamanya fasilitas washing plant atau alat pencuci garam yang jumlahnya masih sangat terbatas karena mahalnya biaya pengadaan.

Kondisi itu, kata dia, semakin parah dengan tidak cairnya Dana Alokasi Khusus (DAK) untuk sektor kelautan dan perikanan. Endi mengungkap absennya DAK membuat pemerintah daerah kesulitan menambah fasilitas pengolahan pascapanen.

Simak berbagai berita dan artikel pilihan lainnya lewat WhatsApp Channel beritajateng.tv dengan klik tombol berikut:
Gabung ke Saluran

Tinggalkan Balasan