SEMARANG, beritajateng.tv — Sekitar 70 ribu difabel tercatat di Dinas Sosial Jateng. Sebagian besar di antaranya berada di bawah naungan skema perlindungan sosial, namun Pemerintah Provinsi (Pemprov) Jawa Tengah juga memperluas upaya pemberdayaan agar mereka dapat mengakses lapangan kerja dan membangun kemandirian ekonomi.
Kepala Bidang Rehabilitasi Sosial Dinas Sosial Jateng, Isriadi Widodo, menyebut 40 ribu di antaranya merupakan difabel mental, sementara sisanya mencakup ragam kedisabilitasan lainnya.
“Kemarin kalau difabel mental ada 40 ribu; jadi ada 70 ribu difabel yang ada di Jateng. Dan itu sudah diupayakan dengan berbagai ragam perlindungan sosial maupun pemberdayaan,” ujar Isriadi saat dijumpai di Aula Dinas Sosial Jawa Tengah, Kota Semarang, Minggu, 12 Oktober 2025.
Pemberian perlindungan sosial tersebut, lanjut Isriadi, sesuai kategori tingkat kemiskinan yang tercatat pada Data Tunggal Sosial Ekonomi Nasional (DTSEN).
“Yang masuk kategori DTSEN 1 sampai 4 diupayakan untuk bisa akses perlindungan sosial dalam bentuk bantuan-bantuan sosial menggunakan anggaran APBN, malah kemudian di APBD juga Bapak Gubernur memberikan kegiatan Kartu Jateng Ngopeni untuk perlindungan sosialnya,” jelasnya.
Selain skema bantuan, Dinas Sosial Jawa Tengah juga menggandeng berbagai pihak untuk membuka peluang kerja.
“Kalau untuk pemberdayaan kami sudah menjalin kolaborasi dengan berbagai OPD terkait. Imbauan Bapak Gubernur dan pelaksanaan tugas OPD, selalu beliau mengingatkan pada kami untuk kami kerja super tim bukan Superman,” ujar Isriadi.
Ia menyebut, kolaborasi dilakukan bersama Dinas Ketenagakerjaan dan Transmigrasi, Dinas Koperasi UMKM, Dinas Perindustrian dan Perdagangan, panti-panti milik Pemprov Jawa Tengah, dan sentra pelatihan milik Kementerian Sosial.
“Itu sifatnya memberikan pelatihan keterampilan untuk kemandirian secara vokasional,” imbuhnya.
Latih Difabel sesuai potensi, dari pijat, produksi alas kaki, hingga wirausaha
Lebih lanjut, Isriadi menyebut Dinas Sosial Jawa Tengah memetakan penempatan kerja berdasarkan jenis kedisabilitasan dan potensi tiap individu. Skema pelatihan ada penyesuaian, baik untuk penempatan di perusahaan maupun untuk mendorong wirausaha.
“Ragam disabilitasnya cukup beragam ya, sehingga kami di Dinas Sosial tentunya harus memetakan potensi-potensi yang mereka miliki sesuai dengan jenis kedisabilitasannya. Kemudian dengan prospek-prospek wirausaha ataupun keterampilan yang sekiranya itu cocok dengan jenis persoalan mereka,” terang Isriadi.
Ia mencontohkan, difabel netra umumnya mengikuti pelatihan pijat. “Pijat dan ben ini menjadi primadona di saudara-saudara kita yang disabilitas sensorik Netra,” tuturnya.
Untuk difabel rungu wicara, kata dia, pelatihannya dengan menggandeng Dinas Perindustrian dan Perdagangan maupun Dinas Koperasi UKM.
“Anak-anak yang punya potensi itu juga mendapat pelatihan di produksi alas kaki sandal dan sepatu. Mereka setelah mengikuti proses pelatihan akan ditempatkan di perusahaan-perusahaan yang sudah bekerja sama,” jelasnya.