SEMARANG, beritajateng.tv – Rekayasa konten pornografi “Skandal SMANSE” bikinan alumni SMAN 11 Semarang, Chiko Radityatama Agung Putra, mendapat sorotan akademisi.
Dosen sekaligus Pakar Komunikasi Digital Universitas Katolik (Unika) Soegijapranata Semarang, Paulus Angre Edvra, menilai permintaan maaf yang Chiko sampaikan dalam sebuah video klarifikasi tidaklah cukup. Sebab, Edvra menilai permintaan maaf itu tak seimbang dengan dampak psikologis yang korban rasakan.
“Yang jelas kalau saya cek itu, kasus ini sebenarnya kalau mau betul-betul berhenti ya memang harus proses secara hukum. Karena kalau hanya permintaan maaf tentu tidak seimbang dengan misalnya gangguan mental yang korban alami. Terus rasa sudah terlecehkan dan masih banyak lagi,” ungkap Edvra via WhatsApp, Jumat, 17 Oktober 2025.
BACA JUGA: Pakar Hukum Sebut Polisi Bisa Jemput Pembuat Konten Porno AI SMAN 11 Semarang: Tanpa Laporan Korban
Edvra menilai, kasus rekayasa pornografi berbasis AI ini harus di bawa ke ranah hukum. Pihaknya mengungkap ada sejumlah regulasi yang bisa menjerat pelaku, baik dari sisi Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE), pornografi, hingga perlindungan data pribadi.
Ia menyebut salah satunya adalah Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2024 tentang perubahan kedua atas UU ITE, khususnya pasal 27 ayat 1. Aturan ini menyasar siapa pun yang secara sengaja dan tanpa hak mendistribusikan atau mentransmisikan konten elektronik bermuatan kesusilaan.
“Ancaman pidananya bisa 6 tahun penjara dan denda paling banyak 1 miliar rupiah,” ujarnya.
Ancaman pidana UU Ponografi dalam kasus Skandal SMANSE
Selain UU ITE, Edvra menyoroti Undang-Undang Nomor 44 Tahun 2008 tentang Pornografi yang dengan jelas melarang setiap orang memproduksi, membuat, menyebarluaskan, atau menyediakan pornografi, termasuk hasil rekayasa teknologi. Dalam pasal 4 ayat 1, ancaman hukuman yang diatur cukup berat.
“Itu ancamannya bisa sampai Rp250 juta untuk dendanya dan penjara paling singkat 6 bulan dan paling lama 12 tahun,” jelasnya.
Di luar kedua aturan tersebut, Edvra juga menyebut Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) baru melalui pasal 47. Ia menerangkan, pasal ini mengatur sanksi pidana untuk pelaku yang memproduksi atau memperjualbelikan konten pornografi. Ancaman pidana dalam ketentuan ini berkisar antara 6 bulan hingga 10 tahun penjara, dengan denda mulai dari Rp200 juta hingga Rp2 miliar.
BACA JUGA: Sebelum di Undip, Chiko Sering Buat Konten Tak Senonoh Siswa-Guru SMAN 11 Semarang













