SEMARANG, beritajateng.tv – Salah satu korban konten asusila berbasis Artificial Intellegnce (AI) yang Chiko Radityama Agung Putra lakukan, menceritakan pengalaman pahitnya menjadi korban penyebaran foto pribadi tanpa izin.
Korban berinisial H itu mengaku, foto dan videonya diunggah ke media sosial Twitter dan disimpan dalam folder Google Drive yang berisi ratusan file korban lain. Meski foto dirinya tidak diedit menjadi konten asusila, unggahan itu disertai caption bernada melecehkan, yang membuatnya terpukul secara psikologis.
“Foto saya itu diambil dari Instagram dan TikTok saya, lalu diunggah dengan caption melecehkan [mengarah ke bagian tubuh tertentu] seperti ‘H ini udah gede ya sekarang’. Saya gemetaran waktu tahu, langsung nangis,” ungkap H saat beritajateng.tv temui pada Jumat, 24 Oktober 2025.
BACA JUGA: Korban Kasus AI Chiko Alami Trauma Berat, Kuasa Hukum: Ini Bukan Sekadar Pelanggaran Etika!
Menurutnya, ia baru mengetahui menjadi korban setelah diberi tahu oleh teman pada 6 Oktober 2025 malam. Saat membuka akun pelaku, yang saat ini telah dihapus, H kaget karena foto dan video dirinya serta banyak teman lainnya sudah tersebar sejak tahun lalu.
“Banyak banget foto teman-teman lain juga. Ada yang malah pelaku edit pakai AI jadi vulgar. Bahkan yang di – drive itu ada teman sekelas saya sendiri,” tuturnya.
Ganggu Proses Belajar, Korban Alami Burn Out
H yang saat ini tengah menempuh pendidikan di salah satu perguruan tinggi di Semarang, mengaku trauma berat dan mengalami gangguan psikologis akibat kasus tersebut.
“Waktu itu saya lagi UTS, jadi sangat mengganggu proses belajar. Saya sampai burn out, hopeless banget. Sekarang alhamdulillah mulai membaik, tapi kalau cerita kronologinya masih gemetaran,” katanya.
Ia juga menegaskan, hingga kini pelaku belum pernah meminta maaf secara pribadi kepadanya maupun korban lain.
“Enggak ada minta maaf, enggak ada komunikasi. Baik dari dia maupun keluarganya,” ungkapnya.
H juga mengkritik keras langkah sekolah yang di anggap tidak transparan dalam menangani kasus ini.
“Dari awal pelaku janjikan bakal klarifikasi di lapangan, di depan warga sekolah dan korban. Tapi malah berlangsung tertutup, lalu di unggah begitu saja. Kami disuruh menerima? Itu enggak adil,” ujar H kesal.












