Pendidikan

Forum Akademik di Undip Dorong Kaji Ulang UUD 1945, Demi Penguatan Toleransi dan Relasi Negara-Agama

×

Forum Akademik di Undip Dorong Kaji Ulang UUD 1945, Demi Penguatan Toleransi dan Relasi Negara-Agama

Sebarkan artikel ini
Kegiatan Diskusi dalam Forum Kaji Ulang UUD NRI 1945. (Dok)
Kegiatan Diskusi dalam Forum Kaji Ulang UUD NRI 1945. (Dok)

SEMARANG, 29 Oktober 2025 – Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP) Universitas Diponegoro (Undip) menggelar Focus Group Discussion (FGD) bertajuk “Relasi Negara dan Agama serta Toleransi Antarumat Beragama: Meninjau Kembali UUD 1945”. Kegiatan ini mempertemukan akademisi lintas kampus, tokoh masyarakat, dan perwakilan organisasi keagamaan untuk membahas urgensi peninjauan konstitusi dalam memperkuat toleransi dan menjaga keutuhan bangsa.

Dekan FISIP Undip dalam sambutannya menegaskan bahwa forum ini menjadi ruang ilmiah untuk mengkaji isu-isu fundamental bangsa secara objektif dan tenang. “Diskusi ini harapannya melahirkan pemikiran konstruktif bagi bangsa,” ujarnya.

Letjen Purn. TNI Bambang Darmono, sebagai pembicara utama, menekankan pentingnya kembali ke semangat asli UUD 1945. Ia menilai empat kali amandemen yang telah dilakukan justru menimbulkan persoalan baru dalam praktik ketatanegaraan. “Kampus memiliki peran penting memperluas kajian kritis terhadap konstitusi agar keberanian membangun republik yang ideal dapat terwujudkan,” tegasnya.

Sementara itu, Dr. Reni Suwarno dari Universitas Indonesia mengingatkan agar kaji ulang UUD berlangsung dengan hati-hati. Ia menyebut hasil riset yang melibatkan 60 kampus di Indonesia menemukan adanya penyimpangan dalam proses perubahan UUD NRI 1945 karena tidak melalui mekanisme addendum sebagaimana mestinya. “Perubahan itu telah menyimpang dari kesepakatan para pendiri bangsa,” katanya.

BACA JUGA: Bangun Pusat Studi HAM di Undip, Menteri Pigai: Fisip Pusatnya Mahasiswa Calon Pejabat

Dari Undip, Dr. Muhammad Adnan menegaskan perlunya addendum selektif, bukan amandemen total. Ia menilai beberapa pasal, seperti Pasal 7 dan Pasal 29, perlu di perkuat agar lebih relevan tanpa menghapus nilai dasar yang sudah ada. “Negara perlu memperjelas makna kepercayaan dan tanggung jawab konstitusional agar tidak terjadi ambiguitas dalam penegakan hukum,” jelasnya.

Sedangkan Prof. Ir. Sedarnawati menyoroti pentingnya memperkuat konstitusionalitas hak asasi manusia dan kewarganegaraan di tengah arus globalisasi dan digitalisasi. “Kita perlu menjamin hak-hak konstitusional secara eksplisit, termasuk hak atas lingkungan hidup dan perlindungan kelompok rentan,” ujarnya.

Dalam sesi diskusi terbuka, para peserta yang terdiri atas akademisi, aktivis Forum Kerukunan Umat Beragama (FKUB), perwakilan partai politik, dan organisasi mahasiswa menilai negara belum optimal membangun toleransi pascareformasi. Mereka mengkritik kebijakan dan penegakan hukum yang tidak konsisten, bahkan di nilai memperkuat praktik intoleransi di masyarakat.

Peserta juga mengusulkan penyusunan panduan operasional toleransi di kementerian dan lembaga pendidikan, screening ASN dan aparat keamanan agar menjunjung nilai toleransi, penerapan peraturan daerah tentang wawasan kebangsaan dan Pancasila, serta mekanisme penyelesaian sengketa berbasis dialog dan restoratif. Isu lain seperti pembangunan Ibu Kota Negara (IKN), politisasi agama, serta radikalisme di kampus dan media sosial turut menjadi sorotan.

Simak berbagai berita dan artikel pilihan lainnya lewat WhatsApp Channel beritajateng.tv dengan klik tombol berikut:
Gabung ke Saluran

Tinggalkan Balasan