SEMARANG, beritajateng.tv – Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Provinsi Jateng menegaskan bahwa rencana penerapan kembali sistem enam hari sekolah masih berada pada tahap kajian.
Syamsudin, sekretaris dinas terkait, menyebut pihaknya masih menimbang dari segala aspek sebelum menerapkan kebijakan enam hari sekolah tersebut.
“Saat ini kami masih dalam tataran kajian untuk melakukan pertimbangan segala aspek, bagaimana fenomena perkembangan anak-anak saat ini. Kalau bicara kebijakan, saat ini belum ditetapkan namun masih dalam proses pengkajian,” jelasnya saat beritajateng.tv jumpai di kompleks Gubernuran Jawa Tengah, Kota Semarang, Selasa, 25 November 2025.
BACA JUGA: Walikota Semarang Tanggapi Wacana Enam Hari Sekolah, Sebut Perlu Kajian Mendalam
Syamsudin menuturkan, kebijakan lima hari sekolah itu sudah berlaku sejak tahun ajaran 2017/2018. Oleh sebab itu, bagaimana pelaksanaannya selama hampir delapan tahun di tingkat SMA/SMK itu menjadi pertimbangan pihaknya.
“Kami sudah diskusi dengan pakar baik itu akademisi, pemerhati pendidikan, dan OPD. Saat ini lima hari sekolah sudah diterapkan di Jateng sejak 2017, sampai hari ini berarti sekitar 7-8 tahun. Salah satu yang jadi pertimbangan adalah evaluasi dari pelaksanaan lima hari sekolah itu sejauh mana memberi dampak pada kualitas mutu pendidikan dan karakter murid,” sambungnya.
Kajian awal enam hari sekolah di Jateng: Sayangkan banyak orang tua Sabtu masuk kerja; siswa lebih banyak main gadget saat akhir pekan
Di tahap kajian awal ini, Syamsudin menyebut berbagai dampak sosial turut masuk dalam pembahasan. Salah satunya soal kondisi keluarga di wilayah pinggiran yang tidak semua orang tua bisa mendampingi anak saat libur hari Sabtu.
“Nah, memang saat ini ada plus minus dari rencana terkait dengan penambahan 6 hari, misalnya lima hari sekolah berarti hari Sabtu libur ya. Harapannya hari Sabtu itu interaksi dengan orang tua, kemudian kegiatan anak ekstra itu bisa optimal,” ujarnya.
Namun, lanjut dia, tidak sedikit orang tua yang justru bekerja di hari Sabtu. Situasi itu membuat pengawasan anak tidak maksimal dan mendorong anak lebih banyak menghabiskan waktu bermain gawai atau gadget.
“Di satu sisi, mungkin di wilayah pinggir itu bisa jadi orang tuanya hari Sabtu juga masuk bekerja, terus pengawasan anak-anak juga enggak maksimal. Nah, kadang anak-anak cenderung larinya ke gadget ya, ke HP yang lain-lain kan itu kadang itu yang salah satunya juga pengawasan kurang maksimal,” tuturnya.
BACA JUGA: Gandeng Akademisi, Pemprov Jateng Bakal Sosialisasi Enam Hari Sekolah dalam Waktu Dekat
Syamsudin juga menyinggung soal ketahanan siswa selama lima hari sekolah penuh. Ia menyebut performa siswa kerap menurun saat pembelajaran melewati jam 1 siang.
“Kemudian pada saat lima hari sekolah, tingkat ketahanan anak juga performanya setelah jam 1 misalnya pukul setengah 2 itu tidak seprima saat pagi, mungkin juga kelelahan dan sebagainya,” lanjutnya.













