JatengNews Update

Terus Pertahankan Batik Ciprat Karya Anak Anak Disabilitas Meski Diprotes Keluarga

×

Terus Pertahankan Batik Ciprat Karya Anak Anak Disabilitas Meski Diprotes Keluarga

Sebarkan artikel ini
Terus Pertahankan Batik Ciprat Karya Anak Anak Disabilitas Meski Diprotes Keluarga

BLORA, 25/3 (BeritaJateng.tv) – Berbagai upaya dilakukan oleh warga desa Kedugwungu, Kecamatan Todanan, untuk mempertahankan batik ciprat karya anak disabilitas supaya bisa tetap eksis.

Ya, Fitria Rusmiyati (42) adalah sosok wanita tangguh yang berjuang mempertahankan batik karya anak-anak disabilitas itu.

Ia sempat diprotes sama anak anaknya lantaran jarang dirumah. Waktunya sering digunakan sepenuhnya untuk berjuang melatih dan anak anak disabilitas didesanya.

“Dulu kan di Balaideso Tinapan. Lalu saya pindah ke Balaidesa Kedungwungu karena disana sudah mulai tidak aktif. Saya kasihan anak-anak kalau ini (batik) berhenti. Mereka mau apa lagi. Paling gak ya biar mereka bisa buat jajan,” katanya.

“Waktu di Balaidesa anak-anak saya pada protes. Kok gak ada waktu di rumah. Kalau Sabtu Minggu ke Balaideso ngurus batik. Akhirnya saya ijin Pak Kades agar kegiatan batik dipindah ke rumah saya,” lanjutnya.

Fitri sapaan akrabnya menceritakan awal mula pembuatan batik ciprat itu.
Ibu dua anak itu mengungkapkan ide menciptakan batik ciprat setelah ia mengikuti pelatihan yang digelar di Balai Besar Rehabilitasi Sosial Penyandang Disabilitas Intelektual Kabupaten Temanggung.

“Tahun 2018 lalu ada program dari Dinsos Blora. Lalu saya dikirim untuk ikut pelatihan di Balai Besar Rehabilitasi Disabilitas Intelektual Kabupaten Temanggung selama 4 hari. Saat itu yang ikut pelatihan dari Desa Kedungwungu dan Tinapan. Memang disana itu latihannya batik ciprat,” kata Fitri, Jumat (25/3).

Usai mengikuti pelatihan, lanjut Fitri, Dirinya lalu mencoba mengaplikasikannya dengan anak-anak penyandang disabilitas di dua desa. Saat itu ada sekitar 20 lebih penyandang disabilitas yang terlibat.

“Waktu pertama itu banyak mas. Ada 20an anak. Pesanan batik juga mulai ada. Tapi pada 2019 mulai goyah. Ada beberapa anak yang sudah gak mau datang. Itu yang dari Desa Tinapan. Ini paling tinggal 12an anak,” ujarnya.

Simak berbagai berita dan artikel pilihan lainnya lewat WhatsApp Channel beritajateng.tv dengan klik tombol berikut:
Gabung ke Saluran

Tinggalkan Balasan