Scroll Untuk Baca Artikel
Jateng

Komunitas Tionghoa Semarang Refleksi Tragedi 98 Sambil Rujakan Pare, Simbol Pahitnya Masa Lalu

×

Komunitas Tionghoa Semarang Refleksi Tragedi 98 Sambil Rujakan Pare, Simbol Pahitnya Masa Lalu

Sebarkan artikel ini
Tragedi 1998
Perkoempoelan Boen Hian Tong saat meracik rujak pare bunga kecomberang pada peringatan peristiwa Mei 1998 di Gedung Rasa Dharma, Sabtu, 18 Mei 2024 malam. (Fadia Haris Nur Salsabila/beritajateng.tv)

SEMARANG, beritajateng.tvPerkoempoelan Boen Hian Tong mengenang tragedi Mei 1998 di Gedung Rasa Dharma, Sabtu, 18 Mei 2024 malam. Kegiatan ini sekaligus menjadi momen refleksi bagi para orang Tionghoa di Kota Semarang.

Acara berlangsung dengan khidmat. Ritual sembahyang dan mencampur rujak pare bunga kecomberang mengawali rangkaian kegiatan. Setelah itu, juga ada penyematan bunga sedap malam kepada saksi-saksi peristiwa 1998.

Ketua Panitia, Wenshi Andi Gunawan, menjelaskan pihaknya sengaja memilih pare sebagai penggambaran kepahitan yang dialami oleh korban pada 1998 silam. Apalagi, orang Tionghoa memiliki tradisi yang erat dengan simbol-simbol.

“Kami melihat tragedi Mei 1998 ini dengan simbol, salah satunya simbol makanan, makanya ada rujak pare bunga kecombrang. Pare sebagai simbol bagaimana orang Tionghoa saat itu dikoyak-koyak,” katanya kepada beritajateng.tv di sela kegiatan.

BACA JUGA: Tak Hanya Sinci Ita Martadinata, Pahitnya Pare dan Cantiknya Bunga Kecombrang Jadi Simbol Tragedi 1998

Perkoempoelan Boen Hian Tong rutin mengenang peristiwa 1998 sejak 13 Mei 2018 silam. Meski penuh dengan simbol kepahitan, lanjut Wenshi, peringatan 1998 ini bukan untuk menghakimi pihak tertentu. Apalagi untuk mencari siapa yang salah dan siapa yang benar.

Namun, ia berharap, kegiatan peringatan semacam ini dapat menjadi suatu momentum pengingat. Sehingga, generasi muda ke depannya bisa memahami dan hal serupa tidak akan terjadi lagi.

“Sampai saat ini peringatan Mei 1998 masih banyak dilakukan, kami ingin meng-capture momen itu, tapi kami laksanakan dengan cara yang lebih terpelajar. Kami enggak mau men-judge, kami menghormati, mendoakan,” sambungnya.

Kikis kebencian atas tragedi 1998, rajut kembali kebersamaan antarwarga negara

Sementara itu, Harjanto Halim menjelaskan, refleksi para saksi selalu menjadi puncak peringatan 1998. Namun, hal tersebut bukanlah untuk mengorek luka lama atau mencari siapa yang salah.

Ia menyebut, refleksi saksi 1998 adalah simbol tanggung jawab dalam memastikan bahwa peristiwa semacam ini tidak terulang lagi.

Simak berbagai berita dan artikel pilihan lainnya lewat WhatsApp Channel beritajateng.tv dengan klik tombol berikut:
Gabung ke Saluran

Tinggalkan Balasan