Sementara itu, kata Isriadi, difabel mental mendapat pelatihan dengan variasi lebih fleksibel sesuai karakter masing-masing.
“Artinya, kita tidak bisa menetapkan jenis latihan keterampilan yang sama karena masing-masing individu punya karakter dan punya potensi yang berbeda. Itu seperti mencuci motor, ada yang jualan cilok, membuat paving, dan ajaran membuat batik,” terang Isriadi.
Setelah lulus pelatihan, Isriadi menerangkan bahwa mereka akan Kementerian Sosial (Kemensos) fasilitasi bantuan modal melalui sentra-sentra pelatihan di Jawa Tengah.
Lapangan kerja terbuka, namun akses informasi masih jadi hambatan utama
Meski peluang kerja tersedia, Isriadi mengakui hambatan terbesar masih terletak pada akses informasi. Menurut pengakuannya, banyak difabel tidak tahu harus meminta dukungan ke mana.
“Potensi itu selalu ada, prospek itu selalu terbuka. Yang jadi persoalan kadang-kadang antara yang punya kebutuhan atau yang dengan yang punya masalah, tidak mengetahui aksesnya itu harus minta tolong ke mana, minta bantuan support ke mana, ini yang menjadi hambatan,” akunya.
Ia menilai, inisiatif komunitas difabel sangat penting untuk menjembatani hambatan itu.
“Apa yang Roemah Difabel lakukan, yang Bu Novi ketuai ini, luar biasa. Beliau sangat empati, dan karena kepekaan beliau, beliau senantiasa menciptakan kegiatan-kegiatan yang bisa mendorong semangat kemudian juga memberikan peluang-peluang berwirausaha bagi saudara-saudara difabel,” lanjutnya.
Isriadi juga menyebut, secara regulasi dan dukungan dari pemerintah, lapangan kerja bagi difabel terbuka lebar.
BACA JUGA: Yohan Pribadi Wikanto, Difabel Tuna Rungu Buktikan Kemerdekaan Lewat Prestasi Seni Lukis
“Sangat terbuka lebar ya, karena di ketentuan perundang-undangan pun juga ada kuota untuk saudara-saudara difabel bekerja di pemerintahan, di BUMD. Pak Gubernur juga komit itu,” ucapnya.
Namun, Isriadi juga menekankan pentingnya peningkatan kompetensi bagi difabel.
“Yang perlu saudara-saudara difabel pahami, tentunya semua peluang itu juga harus mereka ikuti dengan potensi ataupun keahlian yang harus rekan-rekan difabel miliki,” tegasnya.
Ia mencontohkan, semangat salah satu peserta Edukasi Sensibilitas Difabel dan Ruang Isyarat di Aula Dinas Sosial Jateng, Minggu, 12 Oktober 2025, merupakan difabel netra sekaligus mahasiswa jurusan Bahasa Inggris semester 7.
“Semangatnya luar biasa ya, saya harap dia terus semangat untuk bisa jadi lulusan terbaik. Mudah-mudahan nanti kami bisa membantu untuk membuka peluang supaya yang bersangkutan bisa tetap berkarya sesuai dengan potensi yang dia miliki,” pungkas Isriadi. (*)
Editor: Mu’ammar R. Qadafi