“Saya asli Tasikmalaya, disini kerja. Makanya penasaran. Pingin lihat dan belum pernah melihat pertunjukan teatrikal seperti ini juga,” ungkap Nepi yang sengaja datang pukul 17.30 WIB agar mendapatkan barisan terdepan untuk menyaksikan pertunjukan.
Datang Lebih Awal Saksikan Teatrikal
Sementara itu, warga Pedurungan, Raden Ajeng Rizki Hapsari Adita Ningsih sengaja datang untuk menyaksikan sang putra mementaskan teatrikal Pertempuran Lima Hari Semarang.
“Anak saya pentas, sebelumnya belum pernah nonton kayak gini. Makanya, karena anak saya pentas jadi tentara Jepang, sehingga nonton depan sendiri,” tutur Dita, sapaannya.
Ia mengaku bangga karena bisa menyaksikan sang anak berkecimpung dalam event besar yang disaksikan ribuan masyarakat.
“Luar biasa, bangga jadi orang tua. Anak bisa ikut teater. Bangga sekali anak saya bisa berkecimpung ikut kegiatan besar disini,” kata Dita yang telah datang sejak pukul 17.00 WIB ini.
Aksi teatrikal yang dibawakan pemuda Kota Semarang menggambarkan permulaan perang dimulai. Narator menyampaikan peristiwa yang menjadi salah satu pemicu perang yaitu kabar yang menyebar soal resevoir atau cadangan air minum di daerah Candi diracun pada 14 Oktober 1945.
Saat itu dr. Kariadi berangkat untuk mengecek kabar tersebut, namun Ia di tembak tentara Jepang.
Kabar kematian dr. Kariadi makin membakar semangat juang para pemuda Semarang yang kala itu sudah memanas karena Kidobutai memberontak ingin menyelamatkan kawanannya di Semarang.
Tercatat peristiwa Pertempuran Lima Hari di Semarang terjadi 15 Oktober hingga 19 Oktober 1945. Peristiwa ini merupakan momen di mana pejuang Indonesia bertempur melawan pasukan Kidobutai dan batalyon Jepang lain.
Dalam aksi teatrikal, terlihat para warga dan pemuda melakukan perlawanan dan berhadapan langsung dengan tentara Jepang dengan berbekal alat seadanya. Mereka juga meminta bantuan Gubernur Wongsonegoro.
Sejumlah bangunan di Kota Semarang menjadi saksi bisu brutalnya pertempuran yang menyebabkan mayat-mayat bergelimpangan. Bahkan ada yang di kumpulkan di sungai.
Beberapa bangunan itu adalah Lawang Sewu, gedung BPM (sekarang kantor Pertamina), kantor Jawatan Kereta Api, Hotel De Pavillon hingga gedung kesenian Sobokarti. (*)
Editor: Elly Amaliyah