SEMARANG, beritajateng.tv – Bukan partai politik (parpol) namanya jika tak menginginkan kekuasaan. Untuk memeroleh kemenangan, terutama dalam konteks Pemilu, tentu segala cara akan mereka lakukan. Maka tak jarang, istilah kawan menjadi lawan maupun sebaliknya bukan hal baru lagi dalam dunia politik.
Gebrakan Bacapres NasDem, Anies Baswedan yang akhirnya memilih Ketua Umum PKB, Muhaimin Iskandar pun dinilai sebagai strategi meraup perolehan suara.
Pengamat politik asal Universitas Diponegoro, Fitriyah menyebut, taktik Anies ini tidak lain untuk meraih suara basis Nahdlatul Ulama (NU) yang sangat besar di Jatim dan Jateng.
“Anies itu kan lemah di basis NU. Jadi dia mengincar yang basis NU-nya kuat, kayak Jawa Timur dan Jawa Tengah, itu dimiliki oleh PKB,” ujar Fitriyah saat beritajateng.tv hubungi, Jumat, 1 September 2023.
Dosen Ilmu Pemerintahan Undip yang fokus pada studi Pemilu dan Partai Politik itu menyebut, koalisi di Indonesia mengarah pada tujuan kekuasaan. Sebabnya, bukan hal yang mengherankan jika gebrakan Anies yang akhirnya berlabuh pada Gus Muhaimin itu terjadi.
“Koalisi itu idealnya ada dua, koalisi kebijakan dan koalisi untuk kekuasaan. Yang terjadi itu di kita lebih ke arah koalisi kekuasaan. Penting sekali untuk mendapatkan kekuasaan bagi partai politik,” sambung Fitri.
Sepucuk surat tertulis oleh Anies yang meminta AHY menjadi pendampingnya di kursi Pilpres pun tak menjamin putra Mantan Presiden RI itu mendapat kepastian Cawapres.
Menilik kiprah AHY yang tak terlalu menguntungkan bagi Anies, terutama dalam menggaet suara di Jateng dan Jatim, tentu membuatnya memilih Muhaimin untuk maju dalam Pilpres 2024.