“Kalau dari aspek politik kan semua kemungkinan bisa terjadi. Politik itu kan membangun koalisi antartokoh, antarorang, dan Bambang Pacul kan juga termasuk tokoh yang rasional,” katanya.
Menurutnya, pusat kekuasaan politik saat ini masih tersebar di beberapa titik, yakni Solo, Jogja, Jakarta, hingga Hambalang.
“Di Jakarta ada Bu Mega, ada SBY di Bogor, di Hambalang ada Presiden Prabowo. Jadi saya kira ini enggak terbantahkan, pasti ada hubungannya. Politik kan seperti main catur, ada yang begini ada yang begitu,” tambahnya.
Meski begitu, Teguh menilai pergantian ketua DPD bisa dianggap hal wajar, apalagi jika memang dilakukan secara menyeluruh pasca rakernas.
“Cuma memang kalau ganti orang tertentu, kan kekuasaan enggak boleh selamanya. Menurut saya hal biasa, hanya memang ada pertimbangan politik,” jelasnya.
BACA JUGA: Ratusan Kader Komunitas Juang Jateng Tegaskan Bambang Pacul Tegak Lurus Megawati
Yakini Bambang Pacul tetap loyal dengan PDIP
Teguh menegaskan, penggantian Bambang Pacul juga tidak terlepas dari hasil Pilpres 2024. Menurutnya, perolehan suara 16 persen yang PDIP dapat waktu itu memang murni suara partai, tanpa koalisi.
“Oh, iya, dong, pasti ada hubungannya. Kalau 16 persen itu hitungnya hanya PDI Perjuangan memang segitu. Kalau beliau koalisi dengan partai lain yang lebih besar mungkin hasilnya akan beda,” jelasnya.
Meski posisinya tercopot, Bambang Pacul berpindah ke partai lain, kata Teguh, kecil kemungkinannya. Ia menambahkan, kedekatan Bambang Pacul dengan Puan Maharani juga menjadi alasan kuat ia akan tetap bertahan di PDIP.
“Saya kira Bambang Pacul termasuk yang kuat di dalam ideologi politiknya. Beliau juga tokoh senior, saya kira tidak semudah itu. Sekecewa apa pun di dalam partai, saya kira tidak akan pindah. Setahu hemat saya itu,” ujarnya.
Namun, Teguh tetap mengingatkan, dinamika politik selalu terbuka untuk perubahan. “Politik kan dinamis, bisa saja terjadi perubahan sewaktu-waktu,” pungkasnya. (*)
Editor: Mu’ammar R. Qadafi