SEMARANG, beritajateng.tv – Panti Sosial Pengemis, Gelandangan, dan Orang Terlantar (PGOT) Mardi Utomo Semarang terus berinovasi dalam membina para penerima manfaatnya agar tak sekadar pulih secara sosial, tetapi juga mampu hidup mandiri dan produktif.
Melalui program pelatihan keterampilan terpadu, panti yang dipimpin oleh Elliya Chariroh ini menjadikan pemberdayaan sebagai inti dari proses rehabilitasi sosial.
“Kami ingin setiap penerima manfaat keluar dari sini dengan bekal keterampilan hidup nyata. Tidak hanya bisa beradaptasi di masyarakat, tapi juga punya kemampuan untuk bekerja dan mandiri,” ujar Elliya saat beritajateng.tv temui belum lama ini.
Di bawah naungan program “Care Pasti Pas” (Caring System Berbasis Komunitas), Panti PGOT Mardi Utomo membekali para penerima manfaat, dengan berbagai keterampilan praktis.
BACA JUGA: Ubah Sampah Jadi Berkah, Panti PGOT Mardi Utomo Semarang Terapkan Sistem “Care Pasti Pas”
Pelatihannya mencakup penjahitan, tata boga, pertanian, pembuatan telur asin, batik, hingga keterampilan perawatan tubuh (massage).
Bagi Elliya, setiap pelatihan bukan sekadar kegiatan rutin, tetapi strategi membangun jati diri dan harga diri para penerima manfaat.
“Banyak dari mereka yang dulunya kehilangan arah hidup. Dengan pelatihan, mereka menemukan kembali kepercayaan diri dan harapan,” ungkapnya.
Hasilnya mulai terlihat. Beberapa mantan penerima manfaat kini telah bekerja secara mandiri, di antaranya menjadi pedagang angkringan, penjahit, pekerja kebersihan di Dinas Lingkungan Hidup, hingga jasa perawatan tubuh. Bahkan ada yang membuka usaha kecil sendiri setelah keluar dari panti.
Tanamkan Kepedulian Sosial dan Tanggung Jawab Bersama
Selain pelatihan keterampilan ekonomi, panti juga menanamkan nilai kepedulian sosial melalui pelatihan pengelolaan sampah dan penghijauan lingkungan. Setiap penerima manfaat diajak aktif menjaga kebersihan area panti dan mengubah sampah organik menjadi kompos yang bermanfaat.
Untuk menumbuhkan tanggung jawab bersama, Panti Mardi Utomo juga menerapkan sistem komunitas internal berbentuk RT dan RW. Langkah ini meniru struktur sosial masyarakat, agar penerima manfaat terbiasa dengan peran dan kewajiban sosial.
“Kami bentuk komunitas mini agar mereka belajar disiplin, berinteraksi positif, dan punya rasa memiliki terhadap lingkungannya. Dengan begitu, saat kembali ke masyarakat, mereka sudah siap,” jelas Elliya.













