SEMARANG, beritajateng.tv – Ratusan buruh dari berbagai konfederasi yang tergabung dalam Aliansi Buruh Jawa Tengah Presidium Kota Semarang menggelar aksi di depan Balai Kota Semarang, Senin, 24 November 2025.
Dari pantauan, buruh berdatangan dengan membawa spanduk tuntutan, menyuarakan keresahan mengenai kebijakan pengupahan UMK Semarang yang akan berlaku di 2026.
Di bawah teriknya cuaca, orasi demi orasi bergantian disampaikan. Suasana semakin menguat ketika para buruh menegaskan empat tuntutan utama terkait upah minimum tahun depan.
Mereka meminta pemerintah kota memastikan penetapan upah sesuai amanat hukum sekaligus menyesuaikan inflasi yang dirasakan pekerja sehari-hari.
BACA JUGA: UMK Semarang Bisa Naik 19 Persen Jadi Rp4,1 Juta? DPRD: Harus Adil untuk Buruh dan Pengusaha
Empat tuntutan itu meliputi pelaksanaan Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 168/PUU-XXI/2023 sebagai dasar wajib pengupahan. Penolakan terhadap Rancangan Peraturan Pemerintah tentang Pengupahan. Kenaikan Upah Minimum Kota (UMK) Semarang 2026 sebesar 19 persen. Serta penetapan Upah Minimum Sektoral dengan kenaikan minimal tujuh persen sesuai kondisi tiap sektor industri.
Setelah berjam-jam menyampaikan aspirasi, perwakilan buruh akhirnya diterima untuk berdialog langsung dengan Walikota Semarang, Agustina Wilujeng Pramestuti.
Audiensi itu menjadi ruang bagi para buruh menyampaikan alasan mendasar dari tuntutan mereka.
Sunartono, perwakilan dari KSPI Jawa Tengah, menjelaskan bahwa regulasi ketenagakerjaan saat ini mengacu pada tiga pijakan hukum: Undang-Undang Nomor 13, Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2023, serta Putusan MK yang menjadi landasan pengaturan upah nasional.
Dia menilai rancangan aturan pemerintah pusat melalui RPP Pengupahan justru menjauh dari prinsip kebutuhan hidup layak (KHL) yang menjadi amanat negara.
Menurutnya, meski pemerintah menyebut penghitungan upah berbasis 299 item KHL. Aturan turunan yang kementerian siapkan malah memasukkan variabel indeks pertumbuhan ekonomi yang berpotensi menekan nilai upah.
“Ini sangat jauh dari tujuan negara yang seharusnya memastikan pekerja bisa memenuhi kebutuhan hidup layak,” ujarnya.
Karmanto dari Federasi Serikat Pekerja Indonesia Perjuangan menambahkan bahwa formulasi kenaikan upah yang di usulkan aliansi tidak sembarangan ada. Mereka merujuk survei kebutuhan hidup yang pemerintah lakukan melalui BPS.













