Ia menyebut hasil survei 60 item kebutuhan hidup saja sudah menunjukkan angka kebutuhan minimal sebesar Rp4,1 juta. Padahal, survei versi Kementerian Tenaga Kerja bisa mencapai 299 item, yang berarti KHL sesungguhnya jauh lebih tinggi.
“Putusan MK jelas menyatakan bahwa upah minimum harus memenuhi 100 persen KHL. Tahun 2026 ini harus mulai berjalan,” tegasnya.
Karena itu, para buruh meminta UMK Semarang 2026 dinaikkan 19 persen dari nilai UMK 2025. Angka itu sejalan dengan peningkatan biaya hidup yang tidak lagi tertutupi oleh upah saat ini.
Walikota Janji Kawal Aspirasi Buruh
Menanggapi berbagai tuntutan tersebut, Wali Kota Agustina Wilujeng Pramestuti menyatakan pemerintah kota sejak awal berkomitmen memperjuangkan kenaikan upah bagi pekerja.
Ia menegaskan bahwa aspirasi buruh akan pihaknya bawa ke pembahasan di tingkat provinsi dan pusat.
“Seluruh jaringan harus bergerak bersama. Tidak cukup kalau hanya mengandalkan pemerintah kota,” ujarnya.
Agustina menilai angka yang buruh usulkan, yaitu Rp4,1 juta, perlu melalui pembahasan menyeluruh. Pemerintah pusat, dewan pengupahan, hingga kondisi investasi harus di lihat bersamaan. Ia mengingatkan bahwa keputusan UMK Semarang harus memberi ruang bagi pertumbuhan ekonomi sekaligus menjamin pekerja hidup layak.
Menurutnya, transparansi menjadi kunci. Investor membutuhkan waktu untuk menyesuaikan rencana keuangan sebelum kebijakan upah berlaku. Karena itu, ia berharap proses penetapan UMK tidak molor hingga mendekati batas akhir agar seluruh pihak bisa menyesuaikan diri.
Aksi buruh ini menjadi bagian dari dinamika panjang pembahasan UMK 2026 di Kota Semarang. Di satu sisi, buruh menginginkan kepastian pemenuhan kebutuhan hidup yang semakin mahal. Di sisi lain, pemerintah harus menjaga keseimbangan antara hak pekerja dan iklim usaha.
Audiensi itu menjadi langkah awal untuk membuka komunikasi langsung antara buruh dan pemerintah kota. Selanjutnya, rekomendasi UMK Semarang akan masuk pembahasan lebih lanjut sebelum sampai ke Gubernur Jawa Tengah pada pertengahan Desember 2025.
Para buruh berharap suara mereka tidak hanya tercatat sebagai masukan, tetapi benar-benar menjadi pertimbangan utama dalam menentukan upah minimum Kota Semarang tahun depan. (*)
Editor: Elly Amaliyah













