“Target pelatihan ini adalah pemeriksa fakta yang juga jurnalis memiliki kapasitas memproduksi konten prebunking. Harapannya, semakin banyak konten prebunking bisa memperlambat penyebaran informasi bohong,” paparnya.
Ketahanan terhadap disinformasi
Selama pelatihan, para jurnalis diajak untuk memahami prebunking sebagai sebuah pendekatan yang memungkinkan individu untuk mengembangkan ketahanan terhadap disinformasi sebelum mereka terpapar informasi yang salah.
Pelatihan ini mencakup pengembangan keterampilan kritis dan literasi digital yang dapat membantu individu mengidentifikasi, mengevaluasi, dan merespons informasi dengan bijak.
“Saya mendapatkan ilmu baru soal prebunking yang akan saya terapkan di keseharian saya sebagai jurnalis,” ucap jurnalis Tirto.id, Baihaqi Annizar.
Ia menambahkan, ilmu baru dari pelatihan tersebut di antaranya memproduksi konten yang mengedukasi untuk mengurangi konten-konten hoaks.
BACA JUGA: Fokus Isu-Isu Lingkungan, AMSI Gelar Seri Terakhir Pelatihan ‘Green Growth Journalism’
“Tempat kerja saya mengakomodir pembuatan konten prebunking dalam bentuk teks. Selepas pelatihan ini ada tambahan ilmu baru berupa kiat membikin konten prebunking dalam bentuk video,” imbuhnya.
Peserta lainnya, jurnalis Kompas.com, Sabrina Mutiara Fitri mengatakan, praktik dan teori dalam pelatihan prebunking dapat memberikan pemahaman baru dalam menunjang kinerjanya sebagai jurnalis. Yaitu, mampu menyaring informasi dari berbagai sumber sebelum menyajikannya kepada masyakarat dalam bentuk berita.
“Saya dalam pelatihan ini semakin paham terkait peran jurnalis supaya dapat mengatasi misinformasi dan disinformasi melalui konten video prebunking yang mudah dipahami masyarakat,” paparnya. (*)
Editor: Mu’ammar R. Qadafi