“Digitalisasi ini juga memungkinkan pelaku UMKM tak lagi bergantung tengkulak dan mendekatkan pembeli dengan penjual,” ungkapnya.
Meski begitu, dia menyadari penerapan digitalisasi desa membutuhkan biaya yang tak sedikit. Biaya tersebut terlalu berat jika hanya menggantungkan APBDes. Karenanya dia meminta kepala desa dan perangkat desa proaktif menjalin kerjasama dengan berbagai pihak. Diantaranya dengan universitas dan akademisi agar bisa memberikan pemahaman literasi digital bagi masyarakat. Selain itu, kerjasama juga dapat dilakukan dengan sejumlah perusahaan yang mengucurkan program Corporate Social Responsibility (CSR).
“Pemerintah desa harus proaktif karena desa yang butuh. Soal mindset masyarakat tentang penerapan digitalisasi, pelan-pelan bisa diubah jika mereka sudah merasakan manfaatnya,” terangnya.
Tantangan lainnya penerapan digitalisasi desa adalah belum meratanya akses internet. Terlebih ada sejumlah desa masuk dalam blank spot karena lokasinya berada di perbukitan dan pegunungan.
“Selain itu, digitalisasi desa kerap terkendala terbatasnya SDM (sumber daya manusia) yang berspesifikasi IT. Ini dapat diatasi jika pemerintah desa menggandeng Karang Taruna. Anak-anak muda ini biasanya kreatif dan punya akses maupun skill terhadap teknologi informasi,” jelasnya. (adv)
editor: ricky fitriyanto