“Seharusnya polisi bersikap netral, menjaga keamanan, bukan seolah menjadi alat pelaksana eksekusi. Ini yang kami sayangkan,” imbuh Dewang.
Menurutnya, pihaknya tidak pernah menggerakkan massa dalam proses eksekusi, baik yang pertama maupun yang kedua. Aksi massa yang hadir, kata dia, merupakan simpatisan yang datang atas inisiatif sendiri.
“Kami sudah berkoordinasi dengan kepolisian, menyampaikan tidak akan ada pergerakan massa. Tapi tetap saja pengamanan mereka lakukan secara berlebihan,” ungkapnya.
Kuasa hukum itu juga berencana melaporkan kejadian ini kepada Presiden RI Prabowo Subianto, Kapolri, DPR RI, serta Komisi Reformasi Polri. Agar mendapat perhatian serius serta ada Audit Investigasi atas pengamanan yang tidak sewajarnya dan terlalu berlebihan.
“Besok kami akan kirim surat resmi ke Presiden, juga ke DPR RI dan Komisi Reformasi Polri. Kami ingin pelaksanaan hukum di negeri ini tetap menjunjung keadilan dan kemanusiaan,” tegas Dewang.
Sementara itu, proses hukum masih berjalan di Pengadilan Negeri Semarang. Kyai Murodi disebut tidak memiliki tempat tinggal lain selain rumah yang menjadi objek eksekusi tersebut.
“Pak Murodi adalah tokoh agama yang kini terancam kehilangan tempat tinggal. Kami berharap pemerintah dan aparat hukum benar-benar memperhatikan persoalan ini dengan adil,” pungkasnya. (*)
Editor: Elly Amaliyah










