Ia menegaskan seluruh masukan publik, mulai dari petisi, komentar di media sosal, hingga forum diskusi, akan tetap menjadi bahan pertimbangan dalam kajian.
“Namun demikian dari semua hal yang nanti akan direncanakan kebijakan itu memang ini akan ditujukan untuk kebaikan siswa. Kami terbuka nanti kami juga akan buka diskusi soal itu,” kata dia.
Syamsudin tegaskan perubahan ke enam hari sekolah tak sama dengan perubahan kurikulum
Terkait kekhawatiran publik soal kebijakan yang terus berubah, Syamsudin menegaskan bahwa sistem lima atau enam hari sekolah bukan perubahan kurikulum seperti yang banyak pihak bayangkan.
“Nah, kalau bicara soal kebijakan enam hari atau lima hari sekolah bukan seperti [perubahan] kurikulum, dari pusat itu koridornya jam minimal satu minggu itu sudah terpenuhi 48 jam,” ujarnya.
Ia menjelaskan pemenuhan jam pelajaran bisa dengan dua pola. Jika lima hari sekolah, maka jam belajar otomatis lebih panjang hingga sore. Sebaliknya, jika enam hari, jam belajar harian lebih pendek.
“Jadi mau buat lima hari, enam hari, ini kan nanti kalau lima hari berarti sampai jam 15.30 misalnya, kalau enam hari berarti sampai 14.30. Jadi jam pelajarnya menjadi patokan,” jelasnya.
BACA JUGA: Kritik Wacana Enam Hari Sekolah, PGRI Jateng: Negara Maju Saja Lima Hari, Kok Kita Malah Mundur?
Syamsudin juga menyebut kewenangan pengaturan hari sekolah berada di pemerintah daerah, khususnya untuk SMA/SMK di tingkat provinsi. Sementara SD dan SMP tetap berada di kabupaten/kota yang mayoritas masih menerapkan enam hari sekolah.
“Dan mayoritas kalau SD SMP itu kan masih 6 hari. Itu juga enggak masalah, ini juga menjadi pertimbangan kami bagaimana akhirnya nanti kita persiapkan,” katanya.
Ia memastikan kajian masih berjalan dan pihaknya akan membuka ruang pendapat seluas-luasnya, termasuk dari siswa.
“Jadi intinya saat ini kami masih dalam proses untuk pendalaman, pertimbangan, kajian terkait dengan rencana enam hari tersebut, mungkin dari OSIS juga kami open gitu. Jadi biar semuanya [tahu], apa sih plus minusnya? Terus akhirnya jalan tengahnya, benang [merah]nya di mana?” pungkasnya. (*)
Editor: Mu’ammar R. Qadafi













