Politik

Guru Sejarah Khawatir soal Soeharto jadi Pahlawan Nasional: Harus Objektif Sampaikan Hitam-Putihnya

×

Guru Sejarah Khawatir soal Soeharto jadi Pahlawan Nasional: Harus Objektif Sampaikan Hitam-Putihnya

Sebarkan artikel ini
Soeharto Pahlawan
Foto Presiden kedua RI Soeharto di latar belakang sewaktu prosesi pemberian gelar pahlawan oleh Presiden Prabowo Subianto (kanan) di Istana Negara, Jakarta, Senin, 10 November 2025. (Foto: Dok. Antara Foto/Aditya Pradana Putra/nz)

BACA JUGA: Gus Ipul: Usulan Soeharto Jadi Pahlawan Nasional Murni dari Masyarakat, Bukan Pemerintah

“Artinya, meski tidak secara eksplisit menyebut nama Pak Harto, narasinya ke sana: tidak ada pelanggaran HAM yang terjadi di masa pemerintahannya. Padahal beliau presiden saat itu dan seharusnya bertanggung jawab,” sambung Joseph.

Ia menyebut materi pelajaran memang membahas pelanggaran HAM berat pada masa tersebut, namun tidak pernah menyebut nama Soeharto secara langsung.

“Secara gamblang memang tidak menyebut langsung Pak Harto sebagai pelaku atau aktor intelektualnya. Tapi arah pendokumentasiannya jelas, pertanggungjawaban utama itu pada presiden. Siapa lagi yang memutuskan situasi politik negara kalau tidak presiden? Karena sistem kita presidensial,” tegas dia.

Lebih jauh, Joseph menyebut guru sejarah berada dalam posisi dilematis ketika narasi Soeharto yang dibangun oleh negara tidak sinkron dengan materi pembelajaran.

Guru wajib sampaikan sejarah secara objektif kepada siswa

Baginya, guru memang hanya bisa mengikuti kurikulum, namun tetap berkewajiban menyampaikan sejarah secara objektif kepada siswa.

“Yang jadi persoalan adalah rambu-rambu atau aturan kurikulum sejarah ini mau dibawa ke mana,” kata Joseph.

Terlebih, kata Joseph, sejak era reformasi sampai sekarang, banyak yang meminta keberimbangan, termasuk aktivis, guru, atau siapa pun yang tahu betul apa yang terjadi di masa Orde Baru.

BACA JUGA: Fadli Zon Tegaskan Usulan Soeharto Jadi Pahlawan Nasional Tetap Berproses

“Banyak yang berpendapat bahwa secara dominan, Pak Harto tidak layak menjadi Pahlawan Nasional. Tapi karena negara memutuskan berbeda, terus mau apa? Kalau mau menerima, ya tolong kurikulumnya sesuaikan juga dengan versi negara. Kita sebagai guru mengikuti sebatas naluri dan menjaga objektivitas,” kata Joseph.

Ia menegaskan, dalam pengajaran sejarah wajib menyampaikan hitam dan putih secara lengkap agar peserta didik mampu menimbang.

“Kalau bicara sejarah, hitam dan putih sampaikan semua. Anak-anak atau peserta didik harus peka dan jernih. Apalagi kurikulum kita sekarang ada kurikulum Merdeka, kurikulum gembira, dan lainnya selalu menekankan nurani dalam pembentukan karakter,” pungkasnya. (*)

Editor: Mu’ammar R. Qadafi

Simak berbagai berita dan artikel pilihan lainnya lewat WhatsApp Channel beritajateng.tv dengan klik tombol berikut:
Gabung ke Saluran

Tinggalkan Balasan