“Kalau sudah tahu trik dan tipsnya, misalnya posisi canting harus benar, hasilnya bisa lebih rapi tanpa netesan. Jadi, tidak sesulit yang orang-orang bayangkan,” jelasnya.
Menariknya, motif yang pihaknya ajarkan adalah Batik Semarangan dengan ciri ikonik, berbeda dari motif tradisional seperti parang atau kawung.
“Semarang itu punya sejarah dan ikon unik. Mulai dari bangunan bersejarah, peristiwa Lima Hari Pertempuran Semarang, hingga nuansa Hindia Belanda. Semua bisa diolah menjadi motif batik khas Semarang,” tutur Cici.
BACA JUGA: Wajib Tahu! Ini Deretan Hari Besar Nasional dan Internasional di Bulan Oktober 2025
Bagi para peserta, pengalaman membatik secara langsung menjadi momen berharga. Sebagian besar dari komunitas difabel dan UMKM mengaku baru pertama kali mencoba. Hasil goresan mereka, meski belum sempurna, teranggap sebagai langkah awal untuk melestarikan batik Semarangan.
Dengan sentuhan inovasi dan kolaborasi lintas komunitas, kegiatan ini sekaligus menegaskan bahwa batik bukan sekadar warisan budaya, tetapi juga ruang inklusif bagi siapa saja untuk berkarya. (*)
Editor: Farah Nazila