“Air dilambangkan dengan bandeng, udara dengan ayam, dan darat biasanya babi. Nah sejak ada sinci Gus Dur babi ganti kambing,“ imbuh Indriani Hadisumarto, Sekretariat Rasa Dharma.
Sempat ada penolakan pergantian daging babi
Lebih lanjut, Harjanto menjelaskan, rencana penggantian daging babi menjadi daging kambing untuk bakcang di altar sinci Gusdur sempat mendapat penolakan.
Bahkan karena penolakan itu, sempat ada usulan untuk memisahkan meja antara bakcang sinci Gusdur dengan bakcang yang mengandung daging babi.
“Terus saya bilang, Gus Dur kan pejuang anti diskriminasi, tapi kok malah didiskrimanisasi. Menurut saya yang penting sesuai, ada air, udara, darat. Kita putuskan kambing,” katanya.
BACA JUGA: Komunitas Tionghoa Semarang Refleksi Tragedi 98 Sambil Rujakan Pare, Simbol Pahitnya Masa Lalu
Tak hanya saat Hari Raya Bakcang, sesajian untuk sembahyang di Rasa Dharma rutin tidak lagi menggunakan daging babi. Tepatnya sejak sinci keberadaan Gus Dur pada 2014 lalu.
Hal tersebut juga berlaku pada saat Hari Raya Imlek.
“Ini adalah bagaimana penghormatan kepada Gus Dur yang berjasa untuk Tionghoa di Indonesia. Mungkin ini satu-satunya di Indonesia,” tandas Harjanto. (*)
Editor: Farah Nazila