Sementara itu, KBR memfokuskan diri pada isu perubahan iklim dan keberagaman pangan lokal, melawan narasi seragam yang industri bentuk.
“Media lokal itu bukan sekadar sumber informasi. Ia tempat orang merasa dilibatkan,” terang Elin.
Tantangan Jurnalisme Lokal: Bertahan di Tengah Tekanan Iklan dan Biaya Operasional
Namun, di balik cerita idealisme itu, Elin menyebut realitas ekonomi yang keras. Hasil survei AMSI dan Monash University 2025 menunjukkan sebagian besar pendapatan media di Indonesia masih bergantung pada iklan pemerintah dan platform digital seperti Google AdSense.
“Situasi ini rapuh. Ketika pemerintah menahan iklan, media bisa mati,” ungkap Elin.
Di India, Swati mengakui adanya tantangan serupa. Media yang terlalu kritis kerap kehilangan iklan atau dukungan bisnis. Sebagian kecil bergantung pada trust fund dan urunan publik.
BACA JUGA: Hubungan India-Indonesia Poros Kuat di Indo Pasifik, Jurnalis Soroti Arah Baru Diplomasi Prabowo
Keduanya sepakat, kemandirian ekonomi adalah syarat utama agar media bisa menjaga independensi. Tapi di saat bersamaan, tantangan etika juga muncul, yakni bagaimana tetap objektif saat jurnalis terlibat langsung dalam komunitas yang ia liput.
“NGO boleh berpihak pada tujuan tertentu, tapi jurnalis harus memberi ruang pada semua suara,” ucap Swati.
Global South, Local Strength, AMSI dorong India dan Indonesia Perkuat Jurnalisme Lokal
Di akhir sesi, Elin menyoroti pentingnya kerja sama lintas batas antara India dan Indonesia, dua negara yang sama-sama menghadapi tantangan serupa sebagai bagian dari Global South.
“Menjaga jurnalisme lokal tidak bisa kita lakukan sendirian. Kita harus berkolaborasi,” kata Elin.
Ia mengusulkan kolaborasi liputan lintas negara untuk isu yang sama-sama dihadapi masyarakat pesisir, perempuan pekerja, hingga perubahan iklim.
Menurutnya, baik di India maupun di Indonesia, benang merahnya sama, jurnalisme lokal tetap menjadi nafas dari demokrasi. “Global stories start local,” tegas Elin. (*)
Editor: Mu’ammar R. Qadafi







