“Kalau saya selalu mengusulkan, bagaimana subsidi yang saat ini terkait fosil. Apakah subsidi listrik, subsidi bbm, dan subsudi LPG 3kg. Paling tidak 50 persen konversikan jadi subsidi khusus Energi Baru Terbarukan supaya investasi Energi Baru Terbarukan di Indonesia berjalan, tidak tersendat-sendat seperti sekarang,” sarannya.
Penting untuk menyamakan perspektif kaitannya dengan perubahan iklim
Sementara itu, Andhyta Firselly Utami (Afu) dari Founder dan CEO dari Think Policy mengatakan, masing-masing capres mungkin memiliki angle yang berbeda dalam melihat ekonomi tumbuh beriringan dengan pelestarian alam. Seperti bagaimana Anies banyak berbicara tentang keadilan iklim. Juga bagaimana Prabowo soal food estate, hingga Ganjar yang ingin ekonomi tumbuh sebesar 7 persen namun lingkungan tetap lestari.
Lebih lanjut, menurut Afu, yang terpenting dalam menangani peralihan iklim adalah memastikan semua stakeholder memiliki perspektif yang sama terhadap masalah.
Ia mencontohkan, ketika awal Pandemi Covid-19 lalu masih ada perbedaan perspektif antar pihak dalam memandang urgensi Pandemi Covid-19. Yang mana, hal itu menyebabkan kebijakan menjadi tidak maksimal.
BACA JUGA: Semarang Terancam Tenggelam, WALHI Jateng Ingatkan Krisis Iklim
Dalam konteks perubahan iklim, lanjutnya, periode 10 tahun ke belakang ialah proses penyamaan perspektif. Ketika perspektif para pemimpin berbeda terkait perubahan iklim, sulit untuk masuk ke level selanjutnya yaitu menemukan solusinya.
“Komitmen di level tertinggi yang membuat perspektif semua ekosistem di dalamnya udah sama bahwa ini isu urgent yang harus diselesaikan,” tandasnya. (*)
Editor: Mu’ammar Rahma Qadafi