SEMARANG, beritajateng.tv – PDI Perjuangan (PDIP) resmi memecat Presiden RI ke-7 Joko Widodo (Jokowi), Wakil Presiden RI Gibran Rakabuming Raka, dan Gubernur Sumatera Utara terpilih, Bobby Nasution.
Pengamat politik Universitas Diponegoro, Nur Hidayat Sardini (NHS), menyayangkan pemecatan yang ia anggap terlambat itu.
“Terlalu lambat [PDIP] menentukan pilihan, karena Maruarar Sirait, Budiman Sudjatmiko, sudah lebih dulu partai berhentikan. Seharusnya pada masa itulah bisa lakukan keadaan [pemecatan] itu. Saya menebaknya ada pertimbangan subyektif dan obyketif di DPP PDIP, termasuk Bu Mega,” ujar NHS.
BACA JUGA: Bukan Karena Sendirian, Pengamat Politik Ungkap Alasan Kalahnya Andika-Hendi: PDIP Telat Kampanye
Ia menjelaskan, partai memiliki otoritas untuk menentukan apakah seseorang dapat dikatakan layak untuk menjadi kader atau sebaliknya. Hal itu, kata NHS, menjadi alasan di balik pemecatan Jokowi, Gibran, dan Bobby.
“Dari sisi kelembagaan sama-sama kita maklumi, karena otoritas itu ada di mereka. Dari sisi waktu, kan sesungguhnya tanda-tanda bahwa PDIP akan memberhentikan mereka menjelang Pilpres-Pileg, yang tampaknya baru terlaksana hari ini. Kita kita hormati saja keputusan PDIP,” sambung NHS.
PDIP pecat Jokowi dan keluarga sebagai tradisi parpol beradab
Tak hanya itu, langkah pemecatan Jokowi, Gibran, dan Bobby yang PDIP lakukan NHS nilai sebagai langkah untuk meneruskan tradisi parpol yang beradab.
“Parpol itu menghasilkan kader, mereka parpol didik, desain untuk jadi pejabat publik, dalam fungsi parpol sebagai sumber rekrutmen kepemimpinan. Baik jika jadi tradisi bahwa kader, selama mengikatkan diri dalam satu partai, harus ikuti platform kepartaiannya,” tegas NHS.