Menurutnya, jika seorang penjamin kredit kemudian dijerat dengan Pasal Tipikor, maka dikhawatirkan akan mengganggu iklim investasi di Indonesia nantinya. Pasalnya, pihak bank akan trauma menyalurkan fasilitas kreditnya dan investor takut mengambil kredit dari bank, khususnya bank BUMN.
Di samping itu, masih kata Kamaruddin, telah ada putusan pengadilan yang menyatakan pemberian kredit tersebut masuk ke ranah keperdataan yaitu dengan diputusnya pailit PT CGP. Sehingga semua pembayaran dan pelunasan hutang ditangani oleh kurator.
“Ada keputusan pengadilan yang sudah Inkracht yaitu pemberian kredit itu masuk perdata. Kemudian juga disebutkan dalam putusan, membebaskan penjamin dari segala tuntutan hukum baik perdata maupun pidana,” terangnya.
Oleh karena itu, menurutnya, penetapan kliennya sebagai tersangka oleh Kejati Jawa Tengah adalah bentuk kriminalisasi karena pihak yang lepas dari tuntutan hukum masih dipaksakan menjadi tersangka.
“Karena itu, kami minta BPKP menghentikan penghitungan kerugian negara agar tidak bertentangan dengan putusan pengadilan yang sudah ada. Terlebih, saat ini juga masih berjalan gugatan Lain-lain dengan tergugatnya yaitu kurator, Kejati Jawa Tengah, BPK, BPKP dan lainnya,” pintanya.
Sementara itu, Koordinator Pengawasan Bidang Investigasi 2, Jumanto menyampaikan, BPKP Jawa Tengah saat ini memang sedang melakukan penghitungan kerugian negara, sesuai permintaan dari Kejati Jawa Tengah.
Hanya saja, kata Jumanto, BPKP Jawa Tengah sebagai institusi pemerintah, hanya memberikan supporting atau dukungan k3pada institusi yang lain, dalam hal ini Kejati Jawa Tengah.
“Hasil dari ini akan kami pelajari dulu. Harapannya tentu hasil yang baik. Proses hukum sudah berjalan, kita nunggu putusan hakim nantinya bagaimana,” katanya. (Ak/El)