SEMARANG, beritajateng.tv – Kasus kekerasan seksual terhadap perempuan dan anak menunjukkan tren yang mengkhawatirkan. Hal ini menjadi perhatian serius berbagai pihak. Termasuk Perkumpulan Keluarga Berencana Indonesia (PKBI) Jawa Tengah yang kini semakin gencar melakukan edukasi dan pencegahan kekerasan seksual.
Maraknya kasus kekerasan seksual ini membuat kondisi memprihatinkan karena terus meningkat. Melansir data dari Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI), per Juni 2025, Sistem Informasi Online Perlindungan Perempuan dan Anak (Simfoni PPA) mencatat 13.845 laporan kasus kekerasan terhadap anak dengan kekerasan seksual menjadi bentuk tertinggi kedua.
Direktur Eksekutif Daerah PKBI Jawa Tengah, Elisabet S.A Widyastuti mengatakan bahwa anak-anak menjadi korban paling rentan karena memiliki power relation yang rendah dibanding orang dewasa.
“Sangat memprihatinkan karena kasus kekerasan seksual, terutama terhadap perempuan dan anak, cukup banyak dan terus meningkat. Anak-anak merupakan kelompok paling rentan karena memiliki power relation yang sangat rendah dari orang dewasa,” ujar Elisabet pada Jumat, 18 Juli 2025.
Dari berbagai pengalaman yang ditemukan, pelaku kekerasan seksual kerap berasal dari lingkungan terdekat korban, seperti orang tua, saudara, kakek, nenek, bahkan tetangga.
“Mestinya dia di rumah ataupun di sekolah itu adalah tempat yang aman tetapi justru mereka mendapatkan kasus kekerasan,” tuturnya.
BACA JUGA: Walikota Semarang Gandeng Paralegal Muslimat NU Tekan Kasus Kekerasan Anak dan Perempuan
Menanggapi kondisi ini, PKBI Jawa Tengah menekankan pentingnya kolaborasi semua pihak, terutama dalam hal edukasi. Orang tua di dorong untuk memahami pentingnya pendidikan kesehatan reproduksi dan seksualitas agar dapat memberikan perlindungan maksimal kepada anak.
“Butuh kolaborasi dengan semua pihak. Orang tua harus paham tentang pendidikan kesehatan reproduksi, seksualitas sehingga paham juga tentang kekerasan itu apa sehingga juga tahu caranya melindungi anak-anaknya dari kekerasan,” jelasnya.
Selain itu, anak-anak juga perlu mengenal dengan konsep otoritas atas tubuh mereka, batasan-batasan pribadi, serta pentingnya menghargai orang lain agar tidak menjadi korban maupun pelaku kekerasan.
“Anak sendiri juga perlu di ajari terutama tentang otoritas bahwa anak mempunyai otoritas juga atas tubuhnya. Dia diajari tentang batasan-batasan, mana yang boleh dan tidak boleh. Juga diajari tentang menghargai orang lain dan tidak melanggar batasan ataupun menjadi pelaku kekerasan,” tambah Elisabet.