SEMARANG, beritajateng.tv – Di saat banyak guru berusaha mengikuti perubahan zaman dengan teknologi digital, Kepala SDN Tambakrejo 01 Tri Sugiyono selangkah lebih jauh.
Ia mengajak muridnya kembali berinteraksi langsung dengan lingkungan. Pada peringatan Hari Guru Nasional 2025, dedikasinya berbuah manis dengan penghargaan Juara 1 Guru Dedikatif Kota Semarang 2025 dari Wali Kota Semarang, Agustina Wilujeng Pramestuti, di Taman Budaya Raden Saleh pada Selasa, 25 November 2025.
Prestasi ini menjadi penegasan atas pengabdiannya sebagai kepala sekolah di SDN Tambakrejo 01, sekolah pesisir yang kerap terdampak banjir. Namun, Tri berhasil mentransformasi sekolahnya menjadi lebih berprestasi dan ramah anak.
Tri menciptakan model pembelajaran berbasis budaya lokal bernama EviMap (Ethnoscience Village Map), yakni pemetaan etnosains yang menjadikan kawasan sekitar sekolah sebagai ruang belajar. Ia EviMap melalui pendekatan manajemen ASIK (Analisis, Solutif, Implementasi, Kolaborasi)
“Anak-anak tidak hanya belajar di kelas. Mereka terjun langsung ke lapangan, mengukur luas bangunan, menghitung ornamen, dan mencatat data sejarah. Semua dilakukan tanpa bergantung pada gawai agar semua murid bisa mengikuti,” jelas Tri pada Kamis, 27 November 2025.
BACA JUGA: Pesan Walikota Semarang di Hari Guru Nasional, Ajak Pendidik Ikuti Perkembangan Zaman
EviMap membawa murid ke lokasi-lokasi bersejarah seperti Gedung Spiegel, Gereja Blenduk, hingga gedung-gedung tua di Kota Lama. Setiap tempat menjadi pos pembelajaran dengan pertanyaan, analisis, dan tugas berbeda.
Karena berbasis peta cetak, bukan gawai, semua murid tanpa terkecuali dapat berpartisipasi secara setara.
“Karena untuk anak-anak SD, EviMap ini pakainya peta, jadi anak bisa baca dan pegang langsung untuk mengerjakan soal,” tuturnya.
Mengenalkan Kearifan Lokal Sejak Dini
Sebagai pendidik di lingkungan pesisir yang beragam, Tri melihat banyak murid yang belum memahami sejarah daerahnya sendiri, seperti kisah Sunan Terboyo atau Masjid Terboyo. Dari situlah keinginannya muncul agar anak tidak tercerabut dari akar budaya.
EviMap pun menjembatani pembelajaran numerasi, literasi, hingga sejarah lokal. Murid diminta menghitung dimensi bangunan, menilai ornamen, membaca peta, hingga melakukan pencatatan kecil layaknya peneliti cilik.








