“Buku itu penting, tapi sebagian besar masih berdasarkan cerita tutur. Itu perlu dikonfirmasi lagi dengan sumber-sumber primer yang lebih kuat,” jelasnya.
Harapan Melalui Pameran “Ketika Api Menyala di Semarang”
Pameran “Ketika Api Menyala di Semarang” yang dikuratori Kesit digelar untuk menghidupkan kembali kesadaran publik terhadap nilai sejarah pertempuran tersebut. Melalui karya seni visual, arsip, dan dokumentasi sejarah, pameran ini ingin memperlihatkan semangat perlawanan warga Semarang pada masa awal kemerdekaan.
Menurut Kesit, seni menjadi medium efektif untuk membangun kembali ingatan kolektif masyarakat. Terutama generasi muda, terhadap peristiwa heroik yang terjadi di kotanya sendiri.
“Melalui pameran ini, kami ingin mengajak masyarakat melihat kembali sejarahnya sendiri, memahami maknanya, dan merasa memiliki,” ucapnya.
BACA JUGA: Pameran Inovasi Jateng 2025 di Blora, Pelajar Turut Jaga Kebersihan dengan Aksi Pungut Sampah
Kesit berharap agar pemerintah daerah, lembaga arsip, dan akademisi bisa bekerja sama melakukan riset multidisipliner mengenai Pertempuran Lima Hari.
Ia juga menilai penting adanya dukungan dari pihak kampus dan komunitas sejarah lokal untuk menghidupkan kembali semangat kajian sejarah yang akurat dan mudah terakses.
“Harapan terbesarnya, pemerintah kota bisa mengambil langkah nyata. Misalnya dengan membuat risalah resmi, buku panduan sejarah, atau bahkan museum tematik yang bisa mengedukasi publik,” tegasnya. (*)
Editor: Farah Nazila