Kasus kredit macet di Jateng salah satunya pernah terjadi di BKK Pringsurat, Kabupaten Temanggung. Kredit macet di tempat tersebut mencapai Rp37 miliar, bahkan nilai kreditnya lebih besar dari nilai aset.
Kasubdit 3 Tipidkor Polda Jateng, AKBP Heru Antariksa Cahya mengatakan, potensi korupsi yang banyak masyarakat laporkan ke pihaknya adalah penyalahgunaan pengadaan barang dan jasa, serta pelanggaran kredit perbankan. Ia menyoroti banyaknya laporan terkait pemberian kredit fiktif dan kredit topengan.
“Modus yang kami tangani, kalau kami pelajari secara nasional, terkait dengan pemberian kredit fiktif, bisa jadi kredit topengan. Ada yang ditangani Polda atau Polres jajaran,” katanya.
BACA JUGA: Hari Antikorupsi 2025, Ketua DPRD Jateng Tegaskan Transparansi Anggaran dan Perkuat Pengawasan
Karena itu, ia meminta para pengelola BPR dan BKK untuk benar-benar menerapkan prinsip kehati-hatian. Salah satunya dengan memastikan berjalannya mekanisme pengajuan kredit. Dengan cara tersebut, pihak perbankan dan BUMD akan terhindar dari Tindak Pidana Korupsi (Tipikor).
Heru menjelaskan, banyak pengaduan yang masuk ke pihaknya terkait kredit fiktif. Ia juga mengungkap modus-modus yang biasa pelaku gunakan yang menyebabkan banyak kredit macet. Salah satunya dengan cara gali lubang tutup lubang atau menutup kredit macet dengan pengajuan kredit baru.
“Kalau dari sisi bisnis mereka kejar target.Padahal pada sisi lain ada ketentuan yang harus terlewati, jika tak sesuai mekanisme yang baik, yang terjadi kredit macet dan ternyata agunan tidak sesuai, tak bisa mengcover. Lalu berusaha buka lagi kredit berikutnya supaya NPL tidak tinggi. Ini modus yang pelaku gunakan, gali lubang tutup lubang, karena kalau NPL tinggi akan pengaruh ke kinerja,” tandasnya. (*)
Editor: Ricky Fitriyanto













