SEMARANG, beritajateng.tv – Tak banyak yang tahu, di tengah padatnya kawasan Kauman Semarang berdiri pesantren yang menjadi pusat pendidikan Al-Qur’an paling berpengaruh di Jawa Tengah.
Pondok Pesantren Raudlotul Qur’an ini bukan hanya melahirkan lebih dari 400 hafiz dan hafizah, tapi juga menjadi pelopor lahirnya “Kauman Kampung Qur’an”, gerakan keagamaan yang kini masyhur hingga tingkat nasional.
K.H. Khammad Ma’sum, pengasuh sekaligus penerus pesantren ini, menceritakan perjalanan panjang yang bermula dari pengajian kecil di rumah orang tuanya pada tahun 1952.
“Sejak tahun 1952, ayah dan ibu saya sudah mengajar Al-Qur’an di Kauman, dan pengajian itu terus berlangsung tanpa henti hingga sekarang,” ujarnya kepada beritajateng.tv pada Selasa, 21 Oktober 2025.
BACA JUGA: Refleksi Hari Santri Nasional 2025, Mohammad Saleh Harap Pesantren Terus Berkontribusi untuk Bangsa
Selama hampir tiga dekade pengajian itu berjalan dari rumah ke rumah, hingga akhirnya pada tahun 1980 berdirilah secara resmi Pondok Pesantren Raudlotul Qur’an berkat wakaf masyarakat.
Meski sempat menghadapi sengketa lahan selama enam tahun, pesantren ini akhirnya menang hingga ke Mahkamah Agung dan baru bisa berfungsi sepenuhnya pada 1986.
“Dari situlah santri bisa menetap di asrama. Sebelumnya mereka tidur di musala dan rumah warga,” ujar Kiai Ma’sum.
Sejak itu, tradisi khataman Al-Qur’an rutin berlangsung. Santri yang berhasil menyelesaikan bacaan 30 juz akan diwisuda dengan khidmat, bahkan beberapa sudah mulai menghafal Al-Qur’an secara penuh sejak tahun 1970-an.
Sistem Pendidikan yang Ketat dan Mandiri
Yang unik dari Pesantren Raudlotul Qur’an ialah sistem pendidikannya yang disiplin dan terukur. Santri tidak boleh sekolah formal di luar, agar fokus pada hafalan dan pemahaman Al-Qur’an.
Setiap hari, para santri wajib menyetorkan hafalan tiga kali, yakni pagi, sore, dan malam. Satu halaman dihafalkan per hari, lalu diulang setiap lima hari hingga mencapai satu juz penuh. Rata-rata santri menyelesaikan hafalan selama 3,5 hingga 4 tahun.
“Menghafal Al-Qur’an itu tidak mudah. Butuh kesabaran dan kecerdasan. Kalau tiap hari satu halaman, berarti butuh 600 hari, belum termasuk pengulangan,” terang Kiai Ma’sum.