Jateng

Kronologi 2 Staf WALHI Jateng Ditangkap Polrestabes Semarang: Tanpa Surat Penangkapan, Bingung Ditersangkakan

×

Kronologi 2 Staf WALHI Jateng Ditangkap Polrestabes Semarang: Tanpa Surat Penangkapan, Bingung Ditersangkakan

Sebarkan artikel ini
WALHI Munif
Suasana unjuk rasa atas penangkapan Dera dan Munif di depan Mapolrestabes Semarang, Kamis, 27 November 2025. (Made Dinda Yadnya Swari/beritajateng.tv)

“Penangkapan tanpa pernah ada panggilan sebagai saksi dan tanpa pernah polisi dengar keterangannya. Tiba-tiba langsung penetapan tersangka pada tanggal 24 November 2025,” kata Nasrul.

Ia menjelaskan bahwa kronologi penetapan tersangka dan waktu penangkapan tidak sinkron.

“Dera ditangkap pada 27 November 2025 atas penetapan tersangka di 24 November 2025. Artinya Dera lebih dulu ditetapkan tersangka tanpa pernah diperiksa sebagai saksi. Ini bukti penangkapan sewenang-wenang,” ujar Nasrul.

BACA JUGA: Pantura Jateng Masuk Zona Kritis, WALHI: Kota Lama Semarang Bisa Jadi Laut pada 2045

Ia juga menunjukkan dokumen Surat Perintah Dimulainya Penyidikan (SPDP) yang terbit pada 14 November 2025. Nasrul menyebut hal ini bertentangan dengan putusan Mahkamah Konstitusi mengenai kewajiban pemberitahuan SPDP.

“Dalam putusan MK, pemberian SPDP harus dalam waktu tujuh hari kepada terlapor. Dalam kasus ini, Dera tidak pernah ada pemeriksaan sebagai terlapor atau saksi, tetapi langsung polisi tangkap,” tegasnya.

Nasrul menyebut tindakan ini melanggar hukum acara pidana dan bertentangan dengan prinsip anti-penangkapan sewenang-wenang sebagaimana janji dalam revisi KUHAP.

“Jelas tindakan penyidik adalah asal main tangkap. Ini bentuk kriminalisasi terhadap pembela lingkungan dan pejuang HAM,” tambahnya.

Minta DPR hingga Presiden turun tangan, Nasrul ragukan KUHAP baru

Lebih jauh, Nasrul pun meminta pemerintah pusat turun tangan, dalam hal ini Presiden Prabowo dan DPR RI.

“Oleh karena itu kami meminta Presiden dan DPR memanggil Polrestabes Semarang untuk menjelaskan peristiwa penangkapan sewenang-wenang terhadap dua pembela lingkungan,” ujarnya.

Menurutnya, tuduhan kepada Dera dan Munif tidak masuk akal, mengingat rekam jejak keduanya yang aktif membantu warga melaporkan dugaan kriminalisasi, pencemaran lingkungan, hingga konflik tambang.

“Bagaimana mungkin pejuang HAM dan pembela lingkungan dapat tuduhan melakukan tindak pidana yang berkaitan dengan isu SARA? Nilai-nilai HAM yang mereka pegang justru sangat menghormati suku, agama, dan ras,” kata Nasrul.

Ia menambahkan, dalam pemeriksaan, Dera bahkan tidak mengetahui perkara apa yang polisi sangkakan kepadanya. Menurutnya, praktik ini berlawanan dengan semangat KUHAP baru yang diklaim mencegah penangkapan tanpa dasar kuat.

“Dera bingung, apa yang salah sampai dia kena penetapan tersangka. Ini sangat tidak prosedural, yang terjadi pada Munif dan Dera justru kebalikannya. Ini penangkapan sewenang-wenang,” pungkasnya. (*)

Editor: Mu’ammar R. Qadafi

Simak berbagai berita dan artikel pilihan lainnya lewat WhatsApp Channel beritajateng.tv dengan klik tombol berikut:
Gabung ke Saluran

Tinggalkan Balasan