Namun, seiring bertambahnya jumlah santri, bangunan tersebut semakin lhas menjadi tiga lantai tanpa adanya perencanaan teknis yang memadai.
Mudji menjelaskan bahwa penambahan lantai tanpa perhitungan yang tepat menyebabkan beban struktur meningkat tajam, dari kapasitas awal 100% menjadi sekitar 300%, sehingga konstruksi tidak sanggup menahan beban tersebut.
Mudji juga menyoroti bahwa kegiatan belajar mengajar di pondok pesantren tetap berlangsung meskipun proses pengecoran lantai tiga berlangsung.
Situasi ini terkesan sangat berisiko karena bangunan berada dalam kondisi yang belum stabil.
BACA JUGA: Mengenal Sejarah Berdirinya Pondok Pesantren Al Khoziny Buduran Sidoarjo
Tanggung jawab atas insiden ini dikaitkan dengan dua pihak, yakni kontraktor yang dinilai tidak memiliki keahlian dan pengalaman teknis memadai, serta pengelola pondok pesantren yang memaksakan pembangunan tanpa mempertimbangkan risiko secara matang.
Menteri Agama, Nasaruddin Umar, menyampaikan duka cita mendalam dan menegaskan bahwa kejadian semacam ini tidak boleh terjadi lagi.
Ia menyesalkan insiden robohnya bangunan pondok pesantren yang seharusnya menjadi tempat aman bagi para santri akibat kelalaian dalam aspek teknis. (*)