“Di Tugu Muda, pasukan polisi istimewa yang memiliki persenjataan cukup kuat berhasil menahan gempuran Jepang hingga malam hari,” tutur Mozes.
Pertempuran berlangsung hingga 20 Oktober 1945 dan baru mereda setelah kedatangan pasukan Sekutu yang menengahi kedua belah pihak. Gubernur Jawa Tengah Wongsonegoro kemudian mengeluarkan maklumat untuk menghentikan tembak-menembak di Kota Semarang.
Ribuan Korban dan Akhir Pertempuran
Berdasarkan literatur yang Mozes baca, jumlah korban dari pihak Jepang perkiraannya di bawah 500 orang, sementara korban di pihak Indonesia tercatat sekitar 300 jiwa di Taman Makam Pahlawan Giri Tunggal. Namun, sejumlah sumber dan media pada masa itu mencatat korban lebih dari 2.000 orang.
“Angka 500 itu dari sumber primer Jepang. Sedangkan di surat kabar Indonesia waktu itu bisa mencapai dua ribu, mungkin sebagai bentuk propaganda untuk membangkitkan semangat perjuangan,” ungkapnya.
BACA JUGA: Kesit Wijanarko Dorong Pemkot Semarang Teliti Ulang Sejarah Pertempuran Lima Hari di Semarang
Mozes menegaskan bahwa pertempuran di Semarang ini merupakan salah satu momentum penting dalam sejarah perlawanan rakyat Indonesia terhadap kekuatan asing setelah Proklamasi.
“Pertempuran 5 Hari di Semarang menunjukkan bahwa semangat mempertahankan kemerdekaan sudah mengakar kuat di kalangan pemuda. Meskipun lawannya masih pasukan Jepang, yang mereka perjuangkan adalah kedaulatan bangsa,” pungkasnya. (*)
Editor: Farah Nazila