Selain soto, pengunjung juga bisa menikmati aneka gorengan dan jajanan tradisional dengan harga mulai Rp1.000 hingga Rp2.000 per item. Pilihan menu sederhana ini justru memperkuat kesan kuliner rakyat yang mudah kita jangkau.
Daya tarik Soto Sawah Mba Tutik tak berhenti pada makanan. Panorama alam menjadi magnet tersendiri bagi pengunjung yang ingin bersantai atau sekadar berfoto.
“Kalau lihat sekeliling, sawahnya luas. Gunung Ungaran juga kelihatan jelas dari sini. Itu yang bikin betah,” ujarnya.
Tak sedikit pengunjung yang memanfaatkan lokasi ini sebagai spot fotografi berlatar alam terbuka. Pemandangan persawahan, burung-burung yang beterbangan, hingga siluet gunung menjadi daya tarik visual yang jarang masyarakat temui di rumah makan dalam kota.
Fasilitas Bermain Hingga Kolam Renang
Keunggulan lain dari Soto Sawah Mba Tutik adalah fasilitas yang cukup lengkap tanpa tiket masuk. Pengunjung hanya perlu membayar makanan dan parkir kendaraan.
Sejumlah fasilitas tersedia, seperti area bermain anak, kolam renang, terapi ikan, spot foto bernuansa alam, serta area persawahan yang bisa masyarakat nikmati dari dekat.
“Di sini enggak ada tiket masuk, jadi makin oke buat keluarga,” kata dia.
Kondisi ini menjadikan Soto Sawah Mba Tutik sebagai pilihan wisata keluarga yang ramah, terutama saat akhir pekan dan musim liburan panjang. Kehadirannya menunjukkan bahwa wisata kuliner tidak selalu harus mahal atau berada di pusat kota.
Dengan memanfaatkan keindahan alam sekitar, tempat makan sederhana di pinggiran kota justru mampu berkembang menjadi destinasi favorit.
Perpaduan menu soto murah, suasana pedesaan, hamparan sawah, serta latar Gunung Ungaran menjadikan Soto Sawah Mba Tutik sebagai alternatif wisata kuliner di Semarang yang layak di kunjungi.
Bagi warga lokal maupun wisatawan yang ingin menikmati santapan sambil melepas penat dari kesibukan kota, Soto Sawah Mba Tutik menawarkan pengalaman sederhana namun berkesan.
Tak heran, saat libur Natal dan Tahun Baru, tempat ini selalu menjadi magnet bagi para pencari kuliner bernuansa alam. (*)
Editor: Elly Amaliyah













