Hukum & Kriminal

Pakar Komunikasi Unika soal Skandal SMANSE: Tak Cukup Maaf, Chiko Bisa Dijerat Maksimal 12 Tahun Bui

×

Pakar Komunikasi Unika soal Skandal SMANSE: Tak Cukup Maaf, Chiko Bisa Dijerat Maksimal 12 Tahun Bui

Sebarkan artikel ini
Skandal SMANSE | Akun Media Sosial | anak roblox
Pakar Komunikasi dan Media Digital Universitas Katolik Soegijapranata (Unika), Paulus Angre Edvra, saat dijumpai langsung di Gedung Albertus Unika, Rabu, 20 Agustus 2025 sore. (Made Dinda Yadnya Swari/beritajateng.tv)

Menurutnya, regulasi hukum tidak berhenti sampai di situ. Pelaku yang melakukan rekayasa terhadap foto atau video pribadi orang lain juga bisa dijerat dengan Undang-Undang Perlindungan Data Pribadi (UUPDP).

Dalam pasal 66 termaktub bahwa pembuatan atau pemalsuan data pribadi dengan tujuan menguntungkan diri sendiri atau orang lain, dan merugikan pihak lain, merupakan tindak pidana.

“Ancaman pidananya 6 tahun penjara atau denda paling banyak 6 miliar rupiah,” tegas Edvra.

Edvra ingatkan bahaya AI, foto yang biasa saja bisa jadi berbahaya

Lebih jauh, Edvra menilai maraknya penyalahgunaan teknologi AI harus menjadi peringatan bagi masyarakat. Ia menekankan pentingnya kesadaran publik untuk menjaga privasi digital, terutama dalam membagikan data atau foto pribadi.

“Jadinya ya memang secara hukum sudah ada aturan banyak dan ini menjadi ancaman juga, menjadi peringatan juga untuk kita lebih hati-hati dengan privasi yang ada di kita,” katanya.

Ia juga mengingatkan fenomena sharenting atau fenomena orang tua yang kerap membagikan foto anak secara terbuka di media sosial, dapat menjadi celah kejahatan digital. Foto-foto yang seolah tidak berbahaya bisa menjadi sumber bencana saat jatuh ke tangan yang salah.

BACA JUGA: Update Skandal AI di SMAN 11 Semarang: Dekan Undip Tegaskan Tindakan Tegas untuk Chiko

“Artinya dari foto-foto itu bisa menjadi sumber bencana buat mereka. Dan di era digital ini kita mesti harus lebih waspada karena segalanya bisa merugikan kita,” ujarnya.

Edvra menegaskan, kemajuan teknologi yang memudahkan kehidupan masyarakat harus barengi kesadaran tinggi akan potensi penyalahgunaan. Ia menilai kasus “Skandal SMANSE” ini seharusnya menjadi titik balik untuk mendorong penegakan hukum sekaligus peningkatan literasi digital di masyarakat.

“Jadinya di balik segala kemudahan, segala kemajuan teknologi yang ada, kita tetap harus berhati-hati karena dengan adanya kemudahan untuk kita bekerja, ada juga kemudahan untuk orang lain berlaku atau berperilaku kriminal yang merugikan kita,” tandas Edvra. (*)

Editor: Mu’ammar R. Qadafi

Simak berbagai berita dan artikel pilihan lainnya lewat WhatsApp Channel beritajateng.tv dengan klik tombol berikut:
Gabung ke Saluran

Tinggalkan Balasan