Selain kendala kualitas, biaya produksi untuk brand lokal juga menjadi hambatan besar. “Modalnya lebih gede,” tegas Celvin.
Produksi awal yang terbatas, misalnya hanya 12 pcs per desain, membuat harga per unit lebih tinggi sehingga sulit bersaing dengan produk impor, terutama yang berasal dari Cina. Ia menilai produk impor mampu lebih murah karena skala produksi masif dan efisiensi biaya.
BACA JUGA: Larangan Impor Barang Bekas, Pelaku Usaha Thrifting Semarang: Penjualan Turun, Masih Bisa Buat Makan
Meski demikian, Celvin menyambut positif jika pemerintah memberikan dukungan berupa akses permodalan, misalnya melalui program kredit usaha rakyat (KUR).
“Kalau memang dipergampang ya, apalagi dalam kasus KUR, saya mendukung banget,” katanya.
Menurut Celvin, kemudahan akses modal bisa membantu UMKM lokal untuk tumbuh, terutama dalam membangun brand yang kuat secara produksi dan pemasaran.
Celvin berharap ke depan kebijakan pemerintah lebih bersifat mendukung daripada membatasi. Baginya, brand lokal punya potensi berkembang, namun membutuhkan kolaborasi antara pelaku usaha, konsumen, dan kebijakan pemerintah yang berpihak pada UMKM. (*)
Editor: Mu’ammar R. Qadafi













