”Tadi disebutkan Pak Andreas bahwa di Dubai itu hubungannya transaksional. Sekolah sebagai penyedia dan orangtua sebagai klien. Guru dan datang untuk mengajar, dibayar, lalu selesai. Kalau di Kudus bukan transaksional, tapi kolegial. Ini anak kita, kita bantu dan tanggung jawab bersama,” ujarnya.
Sementara itu, terkait masih temuan perundungan di lingkungan sekolah. Ananto menyebut hal itu masih menjadi pekerjaan rumah bersama. Ia berkomitmen, pihaknya bakal berupaya maksimal untuk menekan perundungan di sekolah.
Bisa jadi acuan Kemendikdasmen
Survei OECD di Kudus itu Ananto menilai keluar di waktu yang tepat. Hal itu karena pekan depan Kemendikdasmen akan menyusun peta jalan selama lima tahun ke depan. Temuan baik di Kudus dalam survei itu akan menjadi salah satu acuan. Adapun hasil yang kurang baik pada survei itu juga akan dibahas untuk menentukan langkah-langkah penanganannya.
”Dalam lima tahun ke depan, kami akan berfokus pada penguatan pendidikan karakter. Selain itu, kami juga akan meningkatkan kompetensi guru karena guru merupakan kunci sukses membentuk anak didik berkualitas,” tutur Ananto.
Deputi Direktur Bakti Pendidikan Djarum, Foundation Felicia Hanitio mengatakan, pihaknya turut membantu meningkatkan kemampuan guru dan kepala sekolah di Kudus dalam mengajarkan keterampilan sosial dan emosional. Upaya itu dengan mengadakan sejumlah pelatihan bagi guru dan kepala sekolah.
”Sejauh ini, pelatihan yang kami lakukan sudah menjangkau 42 sekolah di Kudus, dari jenjang SD dan MI hingga SMP/MTS. Di samping itu, kami juga mengadakan program lain di jenjang lain dan ini akan terus berlanjut. Kami bekerja sama dengan pusat data guru, yang sudah di bangun bersama Pemerintah Kabupaten Kudus. Agar mereka yang telah kita latih bisa berbagi antarsekolah, termasuk yang belum jadi mitra,” ucap Felicia.
Ia menambahkan, pencegahan perundungan di sekolah juga menjadi salah satu perhatian Bakti Pendidikan Djarum Foundation di Kudus. Menurut dia, pihaknya bakal melakukan riset lebih dalam agar bisa mengintegrasikan materi penanganan perundungan dalam pelatihan yang mereka gelar ke depan.
”Kita perlu menangani perundungan ini dari akar masalahnya, termasuk menjangkau orangtua siswa karena pendidikan harus berkelanjutan antara yang terjadi di rumah dan di sekolah,” kata Felicia. (*)
Editor: Elly Amaliyah