Jateng

Pernikahan Bakal Dikenakan Royalti Musik 2 Persen? Hastana Jateng: Ini Bukan Konser

×

Pernikahan Bakal Dikenakan Royalti Musik 2 Persen? Hastana Jateng: Ini Bukan Konser

Sebarkan artikel ini
Ketua Hastana Indonesia DPW Jawa Tengah, Mudo Widarmoko // royalti lagu saat pernikahan
Ketua Hastana Indonesia DPW Jawa Tengah, Mudo Widarmoko. Rabu, 20 Agustus 2025. (Yuni Esa Anugrah/beritajateng.tv)

SEMARANG, beritajateng.tv – Isu rencana penerapan royalti musik sebesar 2 persen untuk acara pernikahan menuai pro dan kontra. Di Jawa Tengah, pelaku industri pernikahan menyatakan keberatan jika kebijakan ini benar-benar diterapkan, karena dianggap tidak relevan dengan sifat acara pernikahan yang sejatinya bersifat privat dan non-komersial.

Ketua Himpunan Perusahaan Penata Acara Pernikahan (Hastana) Indonesia DPW Jawa Tengah, Mudo Widarmoko, menegaskan bahwa wacana tersebut bisa menambah beban baru bagi pengantin dan keluarga yang sedang menggelar pesta.

“Pernikahan itu bukan konser, bukan event komersial. Tamu yang hadir adalah keluarga, sahabat, dan kerabat untuk bersilaturahmi. Jadi kurang tepat kalau dibebankan royalti musik,” katanya saat beritajateng.tv temui pada Rabu, 20 Agustus 2025.

Mudo menjelaskan, apabila kebijakan ini terlaksana, akan muncul kebingungan mengenai siapa yang berkewajiban membayar royalti.

“Sekarang banyak paket wedding yang menyatukan dekorasi, catering, musik, dan dokumentasi dalam satu harga. Kalau ditambah kewajiban royalti, siapa yang akan menanggung? Apakah Wedding Organizer (WO), penyedia musik, atau klien? Situasinya menjadi abu-abu,” jelasnya.

BACA JUGA: Royalti Lagu Jadi Polemik, Hotel di Semarang Ini Sudah Tersertifikasi LMKN dan Patuh Aturan

Ia menambahkan, bagi keluarga kelas menengah ke bawah, tambahan biaya sekecil apapun bisa terasa memberatkan.

“Banyak keluarga yang bahkan harus meminjam dana untuk bisa mengadakan resepsi. Kalau masih ada biaya tambahan lagi, tentu sangat membebani,” tegasnya.

Kekhawatiran pelaku industri pernikahan dan harapan ada kajian ulang

Menurut Mudo, keresahan tetap muncul karena pernikahan saat ini bukan hanya hajatan keluarga, melainkan juga menjadi bagian dari industri kreatif.

Ia menilai, jika pemerintah ingin menegakkan aturan hak cipta musik, harus ada pemisahan yang jelas antara acara komersial dan non-komersial.

“Kalau konser atau acara berbayar, wajar ada royalti. Tapi pernikahan itu beda. Sifatnya personal, bukan untuk mencari keuntungan,” ujarnya.

Simak berbagai berita dan artikel pilihan lainnya lewat WhatsApp Channel beritajateng.tv dengan klik tombol berikut:
Gabung ke Saluran

Tinggalkan Balasan