SEMARANG, beritajateng.tv – Provinsi Jawa Tengah (Jateng) diketahui menjadi salah satu wilayah penyumbang produksi padi terbesar secara nasional.
Namun, hasil produksi padi dan beras di Jateng konsisten mengalami penurunan, setidaknya selama tiga tahun terakhir, yakni antara 2021-2023.
Berdasarkan data yang Badan Pusat Statistik (BPS) Jawa Tengah unggah di situs webnya, angka produksi padi di Jateng pada 2021 adalah 9.618.657 ton. Sementara pada 2022, angka itu turun menjadi 9.579.069 ton.
Di tahun 2023, angka produksi padi mengalami penurunan cukup pesat menjadi 9.061.715 ton.
Sementara itu, angka produksi beras di Jawa Tengah dengan rentang periode yang sama ialah 5.531.297 ton (2021), 5.508.531 ton (2022), dan 5.211.022 ton (2023).
BACA JUGA: Upayakan Produksi Beras Jateng Capai 1,2 Juta Ton, Kementan Optimalkan Program Pompanisasi
Data tersebut diperbarui pada 2 Mei 2024. Tren penurunan angka produksi padi dan beras di Jawa Tengah sudah berlangsung sejak 2018.
Pada 2018 lalu, produksi padi di Jawa Tengah mencapai 10,49 juta ton. Sementara, pada 2019 angkanya turun menjadi 9,65 juta ton, dan disusul penurunan pada 2020 menjadi 9,48 juta ton.
Pada periode yang sama, produksi beras di provinsi tersebut juga mengalami penurunan, yakni 2018 sebanyak 6 juta ton, 2019 sebanyak 5,52 juta ton, dan 2020 sebanyak 5,45 juta ton.
Alasan penurunan produksi padi, salah satunya alih fungsi lahan
Kepala Dinas Pertanian dan Perkebunan Jawa Tengah, Supriyanto, mengonfirmasi tren penurunan produksi padi dan beras di Jateng. Menurutnya, tren penurunan itu tak hanya terjadi di Jawa Tengah, namun juga di skala nasional.
“Kami mengalami penurunan juga [di nasional]. Di Jawa Tengah mengalami juga,” ungkap Supriyanto, Senin, 21 Oktober 2024.
Pihaknya mengungkap, khusus tahun 2023, penurunan produksi padi terjadi karena fenomena El Nino.
“Tahun 2023 terutamanya, kemarin kan pengaruh El Nino. El Nino kan berkepanjangan,” sambung Supriyanto.
Ia menambahkan, selain El Nino, ada beberapa faktor lain yang menyebabkan produksi padi turun. Satu di antaranya adalah kejenuhan lahan.
“Produktivitas lahan, tanahnya yang sudah terlalu lama dan masih menggunakan pupuk kimia. Akhirnya menurunkan daya dukung lahan terhadap produksi,” sambung dia.
Lebih lanjut, faktor lainnya ialah alih fungsi lahan dari pertanian ke nonpertanian.