Contohnya salah satu peserta yang mengenakan kostum cosplay menjadi biksu Tong Sam Cong. Lengkap dengan ketiga muridnya yaitu Sun Go Kong, Cu Pat Kai, dan Sha Wu Ching, mereka menampilkan kisah perjalanan Tong Sam Cong ke barat mencari kitab suci.
Cap Go Meh, tahun baru penuh keberuntungan
Dalam sambutannya, Harjanto turut melontarkan pertanyaan-pertanyaan seputar budaya Tionghoa kepada hadirin. Salah satunya mengapa harus menggambar mata naga.
“Mata naga digambar supaya bisa terbang. Jika tidak digambar, maka tidak bisa terbang,” jelasnya.
Tak ketinggalan pula penampilan liong atau naga di akhir acara juga memeriahkan dan menjadikan nuansa semakin sakral. Lalu berlanjut tarian kolosal oleh ratusan siswa di lapangan secara bersama-sama.
BACA JUGA: Turut Rayakan Imlek, Puluhan Siswa di Semarang Belajar Ketangguhan ala Shio Naga Kayu
Selain budaya Tionghoa, juga tampil berbagai simbol budaya lain. Mulai dari busana Jawa, batik, hingga penampilan ogoh-ogoh dan Warak Ngendog. Ketiganya merupakan simbol akulutasi budaya antara Jawa, Cina, dan Arab.
Oleh karenanya, Harjanto berharap Tahun Naga Kayu ini dapat menjadi tahun keberuntungan bagi semua pihak.
“Mugi tansah ginanjar, ing tahun naga kajeng niki langkung kasarasan, kamulyan, lan rejeki. Sekeco tinimbang tahun kepengker,” tandasnya dalam bahasa Jawa. (*)
Editor: Mu’ammar R. Qadafi