Padahal, vape tak kalah berbahaya dari rokok konvensional. Ia bahkan menyebut, hal ini harusnya menjadi perhatian bagi pemerintah dalam mengatur penggunaan vape dan mungkin melarang penggunannya di Indonesia.
“Sekarang kita lihat ke keramaian-keramaian, mall, cafe gitu, sifatnya permissive penggunaan vape, itu menyebabkan pengguna ini cukup banyak di kalangan remaja baik pria maupun wanita, ini yang menjadi concern (masalah),” ungkap dr Nugroho.
Gaya hidup yang salah, jangan coba-coba keduanya
Lebih lanjut, dr Nugroho menilai penggunaan vape kini ada kecendrungan untuk pemenuhan gaya hidup. Tak sedikit orang yang kini beralih dari rokok konvensional karena mengira vape lebih sehat.
Padahal, kata dr Nugroho, vape bukanlah substitusi rokok konvensional. Keduanya sama-sama berbahaya bagi tubuh.
“Jurnal menyampaikan, bahwa meski vape tidak ada tar daripada rokok konvensional, tapi dampaknya sama-sama berbahayanya daripada rokok konvensional,” tegasnya.
Ia menekankan, vape atau rokok konvensional tidak bisa menjadi substitusi atau alternatif kebiasaan. Tingkat efektivitas seseorang dalam berhenti merokok adalah motivasi.
“Seseorang kalau ingin berhenti merokok, pastikan apakah dia benar temotivasi tidak, lalu mempersiapkan diri untuk proses berhenti merokoknya, itu akan lebih efektif dibandingkan substitusi,” pesannya.(*)
Editor: Farah Nazila