SEMARANG, beritajateng.tv – Ketua PGRI Jawa Tengah sekaligus Anggota DPD RI, Muhdi, menilai kebijakan pengadaan Chromebook di era Menteri Pendidikan Nadiem Makarim bukanlah pilihan yang tepat.
Menurutnya, perangkat tersebut tidak sepenuhnya sesuai dengan kondisi sekolah di Indonesia, terutama di daerah dengan keterbatasan jaringan internet.
“Sejak awal sebenarnya ada pro dan kontra. Kalau boleh memilih, guru lebih setuju laptop biasa karena bisa digunakan lebih luas, tidak tergantung pada jaringan internet,” jelas Muhdi di kantornya belum lama ini.
Ia menilai kasus ini tidak hanya menyinggung soal manfaat perangkat, tetapi juga dugaan mark-up harga yang merugikan negara hingga triliunan rupiah.
“Perkiraannya, kerugian negara Rp1,9 triliun, bahkan bisa lebih. Padahal dana sebesar itu bisa untuk meningkatkan kesejahteraan guru honorer atau memperbaiki sekolah yang rusak,” lanjutnya.
Selain itu, ia menyoroti dugaan markup harga yang membuat nilai pengadaan membengkak hingga mencapai triliunan rupiah. Padahal, harga pasaran perangkat serupa, perkiraannya, jauh lebih rendah, bahkan di kisaran Rp3,5 hingga Rp4 juta.
“Kalau butuhnya Rp4-5 juta, mengapa harus dihargai Rp9 juta? Selisihnya itu kan sangat besar. Separuhnya saja bisa untuk kesejahteraan guru, terutama guru honorer yang sampai sekarang masih banyak yang menderita,” tambahnya.
BACA JUGA: Nadiem Makarim Tersangka dalam Kasus Korupsi Pengadaan Laptop, Berikut Kronologinya
Ia menambahkan, banyak Chromebook yang akhirnya tidak termanfaatkan maksimal karena keterbatasan fasilitas di sekolah, padahal anggaran yang digelontorkan mencapai triliunan rupiah.
“Seandainya memilih laptop dengan harga wajar, pemakaian perangkat itu masih bisa sampai sekarang untuk pembelajaran maupun administrasi sekolah,” tegasnya.