Sementara di Tembalang 15 orang, Ngaliyan 13 orang, Gunungpati 12 orang, Gajahmungkur 11 orang, Semarang Tengah 9 orang, Mijen dan Gayamsari masing-masing 7 orang, Candisari 6 orang, dan terakhir di Tugu ada 2 orang.
BACA JUGA: 1.121 Istri di Semarang Gugat Cerai Suami, Mayoritas Akibat Pinjol dan Judol
Yudi menjelaskan, untuk syarat administrasi, prose pengurusan perubahan status agama menjadi penghayat kepercayaan tidak berbeda dengan agama lain.
Pemohon harus melengkapi data dukung yang dikeluarkan oleh organisasi atau tokoh penghayat yang diakui pemerintah.
“Syaratnya sama, kalau di Islam ada rekomendasi dari tokoh agama, seperti Kristen dari Gereja, juga dengan penghayat kepercayaan, ada lembaga atau tokoh yang berwenang memberikan surat keterangan,” paparnya.
Lebih lanjut, Yudi mengatakan bahwa kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa sejatinya telah diakui sejak UUD 1945. Terutama terkait jaminan negara atas kebebasan setiap warga untuk memeluk agama atau kepercayaan masing-masing.
“Jumlahnya tidak banyak, tapi hak mereka tetap dijamin, seperti agama lainnya. Misalnya penghayat juga bisa mencatatkan perkawinan, biodata, hingga status hukum di administrasi negara,” katanya.
Saat ini, Indonesia mengakui enam agama resmi yakni Islam, Kristen Protestan, Katolik, Hindu, Buddha, dan Konghucu.
Pemerintah kata dia, memberikan pengakuan administratif terhadap penghayat kepercayaan kepada Tuhan Yang Maha Esa.
Perubahan status di KTP ini, menjadi salah satu langkah penting bagi warga penghayat dalam memperoleh hak administrasi kependudukan yang setara dengan umat beragama lain.
“Meski kecil , adanya penghayat kepercayaan mencerminkan wajah keberagaman Indonesia yang di jamin oleh konstitusi,” pungkasnya. (*)
Editor: Elly Amaliyah













